Dibuka Menguat, Rupiah Bergerak Melemah Tertekan Yield Obligasi AS

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi. Kurs rupiah dibuka menguat 0,1% ke level Rp 14.390 per dolar AS pada pembukaan pasar spot pagi ini, Rabu (10/3)
10/3/2021, 10.10 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,1% ke level Rp 14.390 per dolar AS pada pembukaan pasar spot pagi ini, Rabu (10/3). Rupiah naik tipis terhadap dolar AS akibat terkoreksinya imbal hasil alias yield obligasi Negeri Paman Sam.

Namun, kurs rupiah bergerak melemah dari posisi pembukaan hingga pukul 10.00 WIB. Mengutip Bloomberg, rupiah berada di posisi Rp 14.405 per dolar AS atau stagnan dari posisi penutupan kemarin. 

Mayoritas mata uang Asia melemah terhadap dolar AS.  Yen Jepang 0,27%, dolar Hong Kong 0,03%, dolar Singapura 0,23%, won Korea Selatan 0,05%, peso Filipina 0,13%, yuan Tiongkok 0,16%, ringgit Malaysia 0,22%, dan baht Thailand 0,11%. Sementara itu, dolar Taiwan naik 0,24%, dolar Taiwan 0,01%, dan rupee India 0,44%.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan bahwa secara teknikal, terlihat pola shooting star candle pada grafik harian nilai tukar rupiah. "Ini mengindikasikan adanya potensi apresiasi rupiah terhadap dolar AS," kata Nafan kepada Katadata.co.id, Rabu (10/3).

Penguatan rupiah, menurut dia, terjadi karena terkoreksinya pergerakan surat utang AS tenor 10 tahun lantaran Senat AS telah meloloskan program stimulus Presiden Joe Biden senilai US$ 1,9 triliun.

Rancangan undang-undang ini akan disahkan oleh DPR sebelum diteken oleh Biden untuk menjadi UU. Salah satu anggota DPR AS dari Partai Demokrat menyebut RUU ini merupakan upaya mengatasi ketidaksetaraan dan kemiskinan di AS yang belum pernah dilihat sebelumnya selama satu generasi. Ini termasuk saat Obama memperluas proram perawatan kesehatan yang dikenal dengan Obamacare.

Di sisi lain, Nafan menilai perbaikan kinerja neraca dagang RI selama ini turut memberikan sentimen positif bagi rupiah. "Potensi pergerakan ada di level Rp 14.335-14.475 per dolar AS," ujarnya.

Sejak pandemi melanda dunia, neraca dagang RI selalu mengalami surplus. Neraca perdaganga mulai diuntungkan oleh Covid-19 pada Februari 2020 dan masih bertahan hingga kini. Padahal, selama ini neraca dagang Indonesia cenderung mengalami defisit. Virus corona telah menyebabkan nilai impor ke Tanah Air anjlok cukup dalam.

Badan Pusat Statistik mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 surplus US$ 2,34 miliar. Sementara pada Januari 2021, neraca dagang masih surplus 1,96 miliar.

Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong menjelaskan bahwa rupiah masih akan tertekan oleh penguatan dolar AS meski terbatas karena koreksi yield obligasi Negeri Paman Sam. "Saat ini imbal hasil surat utang negara itu terkoreksi di level 1,52%," ujar Lukman kepada Katadata.co.id.

Untuk diketahui, yield obligasi AS sempat menyentuh level tertinggi yaitu 1,6% pada Kamis (25/2). Kenaikan tersebut sebagai akibat dari kekhawatiran lonjakan inflasi di Negeri Adidaya karena rencana penggelontoran stimulus jumbo.

Menurut dia, mata uang Negeri Paman Sam perkasa akibat adanya ekspektasi kenaikan suku bunga obligasi. Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS memang naik 0,21% ke level 92.15. Dengan demikian, dolar AS terlihat enguat terhadap mayoritas mata uang utama seperti euro, pound Inggris, dolar Australia, dolar Kanada, dan franc Swiss.

Reporter: Agatha Olivia Victoria