Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Utama PT Bosowa Corporindo Sadikin Aksa sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan. Kasus ini terkait permasalahan yang terjadi di Bank Bukopin.
Kasus ini bermula sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan PT Bank Bukopin Tbk. (yang kini telah resmi berganti nama menjadi Bank KB Bukopin) dalam pengawasan intensif karena masalah permodalan dan likuiditas pada 2018.
Ini terjadi karena berdasarkan laporan keuangan 2017, kinerja Bank Bukopin anjlok. Saat itu, rasio kredit macet (NPL) Bank Bukopin naik, margin bunga bersih (NIM) turun, hingga perolehan laba bersihnya anjlok 72,57% menjadi hanya Rp 121,82 miliar.
Sedangkan rasio kecukupan modal turun menjadi 10,52% di bawah rata-rata industri perbankan 23,18%. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) meningkat dari 94,36% menjadi 99,04%. Rasio ini jauh di atas rata-rata industri perbankan yang hanya 78,64%. Ini menunjukkan Bank Bukopin tidak mampu mengelola beban operasionalnya.
OJK memasukkan Banak Bukopin dalam daftar pengwasan intensif berdasarkan POJK Nomor 15/POJK.13/2017. Dalam beleid tersebut ada tiga status pengawasan perbankan di Indonesia yakni normal, intensif, dan khusus.
OJK memberikan stempel pengawasan intensif bila memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha. Pasal 3 ayat 2 POJK itu berbunyi, bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha sebagaimana jika memenuhi satu atau lebih dari enam kriteria yang ditetapkan.
Pertama, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sama dengan atau lebih besar dari 8% tapi kurang dari rasio KPMM sesuai profil risiko bank yang wajib dipenuhi oleh bank. Kedua, rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh OJK.
Ketiga, rasio giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah sama dengan atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi oleh bank, tapi berdasarkan penilaian OJK Bank memiliki permasalahan likuiditas mendasar.
Keempat, rasio kredit bermasalah secara neto (Non Performing Loan/NPL net) atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (Non Performing Financing/NPF net) lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan.
Kelima, tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit empat atau peringkat komposit lima. Keenam, tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit tiga dan tata kelola dengan peringkat faktor tata kelola empat atau peringkat faktor tata kelola lima.
OJK mengawasi bank secara intensif untuk jangka waktu paling lama satu tahun sejak tanggal surat pemberitahuan. Jangka waktu pengawasan intensif sebagaimana dapat diperpanjang oleh OJK paling banyak satu kali dan paling lama satu tahun hanya untuk bank dalam pengawasan intensif yang memenuhi beberapa kriteria.
Persyaratan yang dimaksud yaitu rasio kredit bermasalah secara neto (NPL net) atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (NPF net) lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan, dan penyelesaiannya bersifat kompleks.
Lalu, tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit empat atau peringkat komposit lima dan/atau tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit tiga dan tata kelola dengan peringkat faktor tata kelola empat atau peringkat faktor tata kelola lima. Perpanjangan jangka waktu bank dalam pengawasan intensif karena kriteria-kriteria tersebut disertai peningkatan tindakan pengawasan.
Sejak Bank Bukopin menyandang status pengawasan intensif pada Mei 2018, kondisi bank terus memburuk sejak Januari hingga Juli 2020.
OJK lantas mengeluarkan kebijakan, di antaranya memberikan perintah tertulis kepada Sadikin Aksa yang saat itu menjabat sebagai dirut Bosowa melalui surat OJK nomor : SR-28/D.03/2020 tanggal 9 Juli 2020.
Surat itu memuat perintah tertulis kepada Sadikin Aksa untuk memberikan kuasa khusus kepada Tim Technical Assistance dari BRI untuk menghadiri dan menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Bank Bukopin paling lambat 31 Juli 2020. Namun, Sadikin dianggap tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut.
Dalam penyelidikan Bareskrim Polri, ditemukan fakta bahwa setelah surat dari OJK diterbitkan pada 9 Juli 2020, Sadikin Aksa mengundurkan diri sebagai dirut Bosowa Corporindo pada 23 Juli 2020. Namun sehari setelahnya, ia masih aktif dalam kegiatan bersama para pemegang saham Bukopin maupun pertemuan dengan OJK.
"Dia tidak menginformasikan soal pengunduran dirinya sebagai dirut Bosowa Corporindo dan pada tanggal 27 Juli 2020 masih mengirimkan foto surat kuasa melalui aplikasi "whatsapp" kepada dirut bukopin yang mencantumkan jabatannya sebagai dirut Bosowa Corporindo," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Helmy Santika.
Dalam perkara ini, penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap surat dan dokumen yang terkait dengan perkara yakni surat perintah tertulis berikut surat teguran dan peringatan dari OJK.
Namun, PT Bosowa Corporindo selaku pemegang saham pengendali Bank Bukopin tak juga melaksanakan perintah tersebut hingga batas waktu pemberian kuasa dan penyampaian laporan tanggal 31 Juli 2020.
Bareskrim Polri pun pada akhirnya menetapkan Mantan Direktur Utama PT Bosowa Corporindo Sadikin Aksa sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan terkait permasalahan itu.
Saat dikonfirmasi terkait penetapan Sadikin Aksa, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo membalas pesan singkat Katadata.co.id dengan tautan berita tertanggal 15 Januari 2021. Dalam berita tersebut, Presiden Joko Widodo meminta OJK untuk menindak tegas transaksi keuangan yang menjurus kepada fraud atau kecurangan. "Tapi karena ini proses hukum, kami percayakan kepada aparat penegak hukum," kata Anto kepada Katadata.co.id, Rabu (10/3).
Dihubungi secara terpisah, Komisaris Utama Bosowa Corporindo Erwin Aksa belum mengambil langkah terkait penetapan adiknya sebagai tersangka. Ia menghormati proses hukum yang sedang berjalan. "Tidak ada langkah, kami lihat saja perkembangannya," kata Erwin kepada Katadata.co.id, Kamis (11/3).