Rupiah Melemah di Tengah Penantian Arah Kebijakan The Fed

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi. Kurs rupiah melemah bersama mayoritas mata uang Asia.
17/3/2021, 10.10 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,07% ke level Rp 14.420 per dolar AS pada pasar spot pagi ini, Rabu (17/3). Rupiah loyo di tengah penantian arah kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserve. 

Mengutip Bloomberg, kurs rupiah semakin bergerak melemah ke posisi Rp 14.457 per dolar AS hingga pukul 10.00 WIB. Mayoritas mata uang Asia turut melemah terhadap dolar AS pagi ini. Yen Jepang turun 0,11%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,07%, dolar Taiwan 0,11%, won Korea Selatan 0,09%, peso Filipina 0,02%, rupee India 0,1%, ringgit Malaysia 0,13%, dan baht Thailand 0,09%. Hanya yuan Tiongkok yang menguat 0,06%.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa rupiah melemah di tengah outlook akan berlanjutnya sentimen penguatan dolar AS. "Ini menjelang keputusan moneter terbaru dari Federal Reserve AS tengah malam nanti," kata Faisyal kepada Katadata.co.id, Rabu (17/3).

The Fed diperkirakan mempertahankan kebijakan saat ini. Namun, pasar berekspektasi bahwa Gubernur The Fed Jerome Powell akan membenarkan pandangan yang memperkirakan ekonomi AS tumbuh dengan tingkat tercepat pada tahun ini.

Menurut Faisyal, eskspektasi pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam terjadi karena kampanye vaksin Covid-19 dan paket bantuan senilai US$ 1,9 triliun. "Potensi rentang hari ini terlihat di antara Rp 14.370 - 14.460 per dolar AS," ujarnya.

Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menjelaskan bahwa mata uang Asia cenderung melemah tipis menjelang hasil pertemuan Fed. "Rupiah pun juga ikut melemah," kata Josua kepada Katadata.co.id.

Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS naik 0,06% ke level 91,92. Josua mengatakan bahwa dolar AS memang sudah menguat terhadap mata uang negara maju lainnya sejak penutupan kemarin di tengah rilis data yang mengecewakan. 

Dolar AS tercatat menguat terhadap euro, pound Inggris, dan dolar Australia, tetapi melemah terhadap mata uang safe haven seperti yen dan franc Swiss. Adapun data yang mengecewakan berasal dari rilis data penjualan ritel serta produksi industri.

Penjualan ritel AS ttercatat minus 3% secara bulanan, lebih rendah dibanding perkiraan kontraksi 0,5%, serta pada periode sebelumnya sebesar 7,6%. Sementara produksi industri mencatatkan pertumbuhan minus 2,2%, lebih rendah dibanding ekspektasi sebesar 0,3% dan periode sebelumnya sebesar 1,1%.

Data ini juga mendorong mayoritas indeks saham AS mengalami penurunan. DJIA dan S&P500 turun masing-masing sebesar 0,39% dan 0,16% pada penutupan pasar AS. Sementara itu, imbal hasil atau yield obligasi AS naik tipis satu basis poin. "Ini sejalan dengan investor yang cenderung menunggu hasil rapat Fed," ujar dia.

Sejalan dengan melemahnya rupiah, ia menyebutkan bahwa mayoritas benchmark surat berharga Indonesia dalam rupiah naik 2-6 bps. Kemarin, pemerintah menyelenggarakan lelang surat berharga negara (SBN) dan hanya berhasil menyerap Rp 18.9 triliun, lebih rendah dari target indikatif sebesar Rp 30triliun. Dengan demikian, pemerintah pada hari ini akan menyeleggarakan lelang tambahan dengan target maksimum Rp 11,1 triliun.

Dia mengatakan bahwa kepemilikan asingdalam SBN tercatat turun Rp 3,3 triliun pada tanggal 15 Maret 2021 menjadi Rp 952 triliun atau 23,22% dari total. Perdagangan obligasi pemerintah pada tanggal 16 Maret 2021 tercatat sebesar Rp 25,75 triliyn, lebih tinggi dibanding hari sebelumnya sebesar Rp 14,61 triliun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria