Fitch Ratings mempertahankan peringkat utang Indonesia pada peringkat BBB atau investment grade dengan outlook atau prospek "Stabil". Lembaga pemeringkat global menilai dampak pandemi Covid-19 ke ekonomi Indonesia tak separah negara lain. Ekonomi Indonesia diproyeksi tumbuh 5,3% pada tahun ini dan 6% pada tahun depan.
Menurut Fitch, dampak pandemi pada metrik fiskal Indonesia tidak separah kebanyakan negara lain. Pelebaran 3,9% dalam defisit fiskal pada tahun 2020 lebih kecil dari kenaikan rata-rata negara-negara dengan peringkat utang BBB yang mencapai 5,5% untuk rekan-rekan 'BBB. Fitch memperkirakan utang pemerintah akan mencapai puncaknya pada sekitar 42% dari PDB pada tahun 2022, jauh di bawah negara-negara dengan peringkat utang BBB sebesar 57%.
"Peringkat Indonesia sejalan dengan prospek pertumbuhan jangka menengah yang baik dan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang masih rendah meski meningkat" demikian dikutip dari siaran pers yang dirilis Fitch Ratings,
Namun, Fitch menggarisbawahi ketergantungan utang pemerintah yang masih tinggi terhadap pembiayaan eksternal dan penerimaan negara yang rendah. Selain itu, Indonesia juga tertinggal dibandingkan negara lain pada kategori peringkat BBB dalam perkembangan struktural, seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita.
Indonesia juga dinilai lebih rentan dibandingkan negara-negara lain lainnya terhadap pergeseran kepercayaan investor ke pasar negara berkembang, misalnya dari kenaikan lebih lanjut dalam imbal hasil obligasi global. Negara masih lebih bergantung pada ekspor komoditas dan arus portofolio, sementara rasio utang luar negeri lebih tinggi dari median yang setara dan likuiditas eksternal, yang diukur dengan rasio aset eksternal likuid negara terhadap kewajiban eksternal yang likuid, lebih lemah.
Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih secara bertahap dari kontraksi 2,1% pada tahun lalu menjadi tumbuh 5,3% pada 2021 dan 6,0% pada 2022. Pemulihan tersebut didukung oleh belanja stimulus pemerintah dan ekspor neto, termasuk dari perbaikan harga komoditas.
"Kami memperkirakan momentum pertumbuhan akan didukung lebih lanjut dalam waktu dekat oleh langkah-langkah bantuan fiskal dan belanja infrastruktur," kata Fitch.
Meski demikian, masih ada risiko pertumbuhan lebih rendah dari proteksi karena permintaan domestik yang lema akibat penyebaran Covid-19 yang masih terus terjadi. Pemerintah mulai menggelar vaksinasi pada Januari untuk mencapai kekebalan kelompok pada kuartal I 2020. Fith menilai target tersebut cukup optomis.
Dalam jangka panjang, Fitch menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mendapat dorongan dari penerapan Omnibus Law Cipta Kerja, yang bertujuan untuk meringankan beberapa hambatan investasi yang telah lama berlangsung lama.
Di sisi lain, Fitch menilai Konsolidasi fiskal harus dipercepat mulai tahun 2022, setelah dampak pandemi mereda. Lembaga ini memperkirakan defisit fiskal akan turun menjadi 5,6% pada 2021 dari 6,1% pada tahun lalu atau sejalan dengan target pemerintah.
"Kami memperkirakan rasio pendapatan akan meningkat secara bertahap menjadi 12,3% dari PDB pada tahun 2021 dan 12,8% pada tahun 2022 seiring dengan pemulihan ekonomi, dari 12,1% pada tahun 2020," kata Fitch.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, banyak negara yang mengalami penurunan peringkat utang karena kondisi fiskal. Afirmasi peringkat utang Indonesia oleh Fitch, menurut dia, mengkonfirmasi kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masuk kuat dan berprospek positif.
"Ada 124 downgrade rating yang dilakukan tiga lembaga pemeringkat, Fitch, Moody's, dan S&P. Kalau kita lihat, ada 133 yang direvisi outlook-nya menjadi negatif," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (23/3).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga menilai, afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan stakeholder atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antar lembaga anggota KSSK yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," katanya.