Pemerintah masih memiliki tunggakan insentif tenaga kesehatan mencapai Rp 1,48 triliun. Tunggakan tersebut merupakan hak dari beberapa rumah sakit yang berada di bawah Kementerian Kesehatan.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, tunggakan insentif tenaga kesehatan tersebut sedang direview oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. "Dana sudah tersedia sebagai bagian dari dana untuk Kemenkes Rp 5,28 triliun," kata Isa dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Selasa (23/3).
Pihaknya akan terus melakukan komunikasi secara intens dengan BPKP serta Kemenkes sehingga proses verifikasi yang berlangsung dapat segera rampung.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto menjelaskan, pihaknya telah mentransfer dana untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah Rp 4,2 triliun. Dari total tersebut, Rp 3,2 triliun telah berada di tangan tenaga kesehatan."Jadi masih ada Rp 1 triliun yang mengendap di rekening daerah," ujar Astera dalam kesempatan yang sama.
Untuk itu, pihaknya telah berkonsolidasi bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kemenkes. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan mengeluarkan surat keputusan bersama Kemendagri dan Kemenkes yang berisi imbauan agar daerah mempercepat pencairan insentif. Selain itu, perlu koordinasi lebih baik antara dinas kesehatan dan rumah sakit dalam melakukan verifikasi.
Menurut dia, tunggakan insentif tenaga kesehatan 2020 yang dibayarkan pada tahun diberikan melalui dana alokasi umum (DAU) yang telah ditetapkan peruntukanya. "DAU tersebut sebetulnya dari segi jumlah sangat memadai untuk penuhi tunggakan tersebut," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, alokasi anggaran kesehatan dalam APBN 2021 mencapai Rp 269,4 triliun, melonjak 61,5% dari realisasi sementara tahun lalu Rp 183,6 triliun. "Anggaran kesehatan tahun ini melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp 220,1 triliun, termasuk usulan tambahan belanja pusat Rp 89,5 triliun," ujar Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.
Usulan tambahan tersebut, menurut dia, antara lain mencakup pengujian dan pecakan kasus Rp 9,3 triliun, biaya perawatan Rp 32,3 triliun, insentif tenaga kesehatan Rp 7,2 triliun, program vaksinasi Rp 36 triliun, dan komunikasi Rp 1,2 trilliun.
Adapun sebaran anggaran kesehatan (belum termasuk usulan tambahan) dialokasikan kepada Kemenkes sebanyak RP 84,3 triliun, Badan Pengawas Obat dan Makanan Rp 2,1 triliun, Kementerian pertahanan Rp 2,9 triliun, Polri Rp 2,3 triliun, serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Rp 3,5 triliun.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia menyoroti permasalahan penyaluran insentif yang diterima oleh para anggotanya. Padahal beban kerja mereka cukup berat selama pandemi corona.
Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah mengatakan, banyak perawat yang harus bekerja double bahkan triple shift ketika kasus Covid-19 melonjak tajam pada akhir tahun lalu. Hal itu membuat para perawat memforsir tenaganya dan kekurangan istirahat.
Para tenaga kesehatan, menurut dia, mendapatkan beban fisik yang cukup tinggi yang juga berdampak pada beban mental. Namun, mereka masih harus mengalami keterlambatan penyaluran insentif.
Menurut Hanif, keterlambatan penyaluran intensif bagi perawat terjadi sejak Juni 2020 di sejumlah Rumah Sakit Daerah. Uni menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Tidak hanya itu, dia menyebut manajemen di sejumlah rumah sakit kerap kali membagi insentif kepada yang tidak berhak mendapatkannya. Padahal insentif ini sudah dibagi dan sampai ke rekening masing-masing perawat.
"Tetapi oleh manajemen (diminta) dikembalikan dan dibagi lagi kepada mereka yang tidak harus mendapatkan," ujar Hanif dalam gelar wicara “Hari Perawat Nasional: Perawat Tangguh, Indonesia Bebas Covid-19” seperti dilansir dari Antara, pekan lalu.
Hanif pun meminta pemerintah untuk mengevaluasi regulasi terkait insentif bagi tenaga kesehatan sehingga lebih adil dan wajar.