Dana Asing Kabur Rp 990 Miliar, Rupiah Anjlok 0,69% dalam Sepekan

Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Ilustrasi. BI mencatat aliran modal asing keluar Rp 990 miliar dalam sepekan.
26/3/2021, 18.47 WIB

Nilai tukar rupiah melemah 0,69% selama satu pekan ini dan ditutup di level Rp 14.418 per dolar AS pada Jumat (26/3). Rupiah loyo akibat aliran modal asing keluar dari pasar keuangan Rp 990 miliar selama sepekan.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono melaporkan, aliran dana asing tersebut keluar dari instrumen portofolio pada 22-25 Maret 2021. Secara perinci, modal asing yang keluar dari pasar surat berharga negara  sebesar Rp 260 miliar dan saham Rp 730 miliar.

"Secara keseluruhan selama 2021 tercatat nett inflow Rp 9,32 triliun," ujar Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (26/3).

Adapun imbal hasil alias yield SBN RI 10 tahun tercatat stabil di level 6,7% pada pagi hari ini. Sementara yield obligasi AS 10 tahun turun ke level 1,63%.

Premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun naik dari 73,56 basis poin per 19 Maret 2021 menjadi 86,49 bps pada 25 Maret 2021. Semakin tinggi CDS, makin tinggi pula risiko investasi di negara tersebut dan sebaliknya.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menilai, keluarnya aliran modal asing  masih merupakan dampak dari tren peningkatan yield surat utang AS. "Bunga yang cenderung naik pada obligasi jangka panang," ujar Ibrahim kepada Katadata.co.id, Jumat (26/3).

Menurut dia, beberapa investor memperkirakan aksi jual pasar obligasi lagi di AS dalam tiga bulan ke depan. Hal tersebut sehubungan dengan penurunan pasar keuangan baru-baru ini.

Ibrahim memperkirakan dana asing kembali keluar dari pasar keuangan Indonesia pada pekan depan karena yield US Treasury Note 10 tahun semakin meningkat. "Dengan demikian mata uang Garuda kemungkinan berfluktuasi," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan bahwa pasar keuangan khawatir dengan lonjakan inflasi di Negeri Paman Sam yang memicu kenaikan imbal hasil alias yield surat utang AS sejak akhir Januari 2021. Akibatnya, arus modal keluar dari pasar negara berkembang. "Ini semua perlu diwaspadai karena akan berpengaruh signifikan terhadap Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Fitch Indonesia Conference 2021, Rabu (24/3).

Ia menjelaskan, imbal hasil obligasi AS sudah naik 85% dari 0,9% pada Januari 2021 menjadi 1,7% pada Maret. Ini turut berdampak pada kenaikan yield imbal hasil surat utang negara-negara berkembang.

Sri Mulyani mencontohkan, yield obligasi tenor 10 tahun Rusia naik 29% dan Filipina 48%. Sementara, imbal hasil surat berharga negara RI hanya meningkat 11%.

Kekhawatiran inflasi, sambung dia, muncul seiring guyuran stimulus tambahan Presiden AS Joe Biden sebesar US$ 1,9 triliun. ""Dengan stimulus US$ 1,9 triliun pasti akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS, tetapi pada saat yang sama pasar keuangan cemas," ujar dia.

Bendahara Negara mengatakan akan terus memperhatikan berbagai kebijakan yang dapat berpengaruh pada kenaikan imbal hasil obligasi. Pemerintah juga akan terus berupaya menurunkan kepemilikan asing pada surat utang Indonesia agar pasar keuangan domestik lebih stabil. Saat ini, porsi asing terhadap SBN turun dari 38% pada saat taper tantrum 2013 menjadi sekitar 30%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria