Data Inflasi AS Tak Mampu Angkat Dolar, Rupiah Berpeluang Menguat

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa.
Karyawan menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1/2021).
14/4/2021, 09.50 WIB

Nilai tukar rupiah melemah 0,07% ke level Rp 14.615 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan pasar spot pagi ini, Rabu (14/4). Kendati begitu, mata uang Garuda berpotensi menguat usai rilis data inflasi AS Maret yang melonjak.

Adapun mayoritas mata uang Asia juga menguat terhadap dolar. Mengutip Bloomberg, yen Jepang menguat 0,17%, dolar Hong Kong 0,02%, dolar Singapura 0,17%, dolar Taiwan 0,09%, won Korea Selatan 0,35%, peso Filipina 0,06%, yuan Tiongkok 0,04%, ringgit Malaysia 0,13%, dan baht Thailand 0,18%. Hanya rupee India yang melemah 0,42%.

Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, imbal hasil atau yield obligasi AS kemarin terkoreksi cukup dalam sekitar 3% menjadi 1,61%. Inilah yang memicu penguatan rupiah terhadap dolar AS. Pagi ini, nilai tukar regional juga terlihat menguat terhadap mata uang Negeri Paman Sam.

"Terkoreksinya yield surat utang AS dipicu oleh data inflasi bulan Maret. Tapi kenaikannya tidak terlalu mengkhawatirkan pasar," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (14/4).

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan tingkat inflasi tahunan melonjak menjadi 2,6% pada Maret, dari 1,7% pada Februari. Meskipun masih lebih rendah dari perkiraan pasar di level 2,7%.

Inflasi Maret lalu juga melonjak dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 0,6%. Dengan demikian, tingkat inflasi itu merupakan yang terbesar sejak Agustus 2012.

Menurut Ariston, ekspektasi kenaikan inflasi yang tinggi karena pemulihan ekonomi AS memang sempat mendorong penguatan yield obligasi AS belakangan ini. Namun, nyatanya pasar tak terlalu kaget dengan lonjakan tersebut.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria