Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,26% ke level Rp 14.310 per dolar Amerika Serikat pada pasar spot pagi ini, Kamis (20/5). Mata uang Garuda loyo usai bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), mengeluarkan hasil notulensi rapatnya.
Bersamaan dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia melemah. Mengutip Bloomberg, dolar Hong Kong turun 0,01%, dolar Taiwan 0,02%, won Korea Selatan 0,65%, peso Filipina 0,08%, rupee India 0,17%, yuan Tiongkok 0,11%, dan ringgit Malaysia 0,03%. Hanya yen Jepang dan baht Thailand yang menguat masing-masing 0,05% dan 0,06%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dolar AS menguat dan imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam naik didorong oleh notulensi rapat The Fed. "Hasil rapat menunjukkan beberapa pembuat kebijakan membuka kemungkinan untuk membahas pengurangan pembelian obligasi pada pertemuan mendatang," ujar Josua kepada Katadata.co.id, Kamis (20/5).
Akibat dari rilis notulen semalam, Josua menyebutkan dolar AS langsung menguat terhadap mata uang utama dan negara berkembang di tengah sentimen risk-off, yang membuat indeks saham utama AS merosot. Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS memang kembali naik ke level 90.16, setelah sempat berada di kisaran level 89 kemarin.
Ia menuturkan, sebagian besar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, memang diperdagangkan melemah terhadap dolar AS sejak kenaikan kasus Covid-19 secara global. "Perkembangan itu memicu kekhawatiran tentang pemulihan ekonomi," ujarnya.
Dari dalam negeri, Josua menilai pasar menanti Badan Pusat Statistik yang akan merilis neraca perdagangan per April 2021. Ia memperkirakan neraca dagang surplus US$ 1,17 miliar, sedikit turun dari sebelumnya US$ 1,56 miliar. Rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp 14.300-14.425 per dolar AS satu hari ini.
Risalah Rapat The Fed
Reuters melaporkan, beberapa pejabat The Fed mempertimbangkan perubahan kebijakan moneter berdasarkan pemulihan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. "Sejumlah peserta menyarankan, jika ekonomi terus membuat kemajuan pesat menuju tujuan komite, mungkin tepat dalam pertemuan mendatang untuk mulai membahas rencana penyesuaian laju pembelian aset," bunyi risalah pertemuan The Fed semalam.
Namun, pandangan tersebut mungkin akan terpukul bulan ini dengan rilis data yang menunjukkan pertumbuhan pekerjaan lesu pada bulan April. Meskipun inflasi berdetak lebih tinggi, hanya terdapat penambahan 266 ribu pekerjaan bulan lalu.
Saham AS pun turun lebih jauh ke wilayah negatif setelah rilis risalah. Sedangkan imbal hasil surat utang AS 10 tahun naik menjadi 1,683%.
Pejabat The Fed telah berjanji untuk mempertahankan kebijakan ultra-longgar, memerangi krisis. Bank sentral bertaruh bahwa lonjakan harga konsumen yang tidak terduga bulan lalu berasal dari kekuatan sementara yang akan mereda dengan sendirinya. Prediksinya, pasar pekerjaan AS membutuhkan lebih banyak waktu untuk membuat orang kembali bekerja.
Tapi risalah pertemuan semalam menunjukkan hal berbeda. Otoritas moneter mulai bergumul dengan kesulitan yang muncul untuk membuka kembali ekonomi AS senilai US$ 20 triliun setelah gangguan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.