Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghentikan penuntutan pidana kepada pengemplang pajak dan fokus pada sanksi administrasi atau denda. Kebijakan tersebut, menurut dia, penting untuk memastikan keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
"Jadi fokusnya lebih kepada penerimaan dan kerja sama dengan mitra dalam penagihan perpajakan," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (24/5).
Ia menjelaskan, usulan ini merupakan salah satu reformasi perpajakan yang akan tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Tujuan reformasi tersebut yakni agar dapat menciptakan keadilan dan kesejahteraan terutama untuk wajib pajak (WP) badan yang selama ini menghindar dari kewajibannya.
"Reform ini juga bertujuan untuk menjaga keberlanjutan APBN ke depan. Tantangan yang dihadapi dunia saat ini sedang tinggi," kata Sri Mulyani.
Pandemi Covid-19 menciptakan tantangan bagi penerimaan negara di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penerimaan pajak pada tahun lalu anjlok hampir 20% dibandingkan 2019. Pemerintah pun tak memasang target yang muluk pada tahun ini yakni sebesar Rp 1.229,6 triliun, hanya naik 2,6% dibandingkan target tahun lalu.
Meski demikian hingga April 2021, realisasinya baru mencapai 30,94% dari target. Realisasi ini juga masih turun 0,46% dibanding April 2020.
Artikel Terpopuler
-
Bea Cukai: Kasus Sepatu Rp 10 Juta Kena Pajak Rp 31 Juta Sudah Selesai
-
Sri Mulyani Waspadai Dampak 2 Hal ke RI: Geopolitik dan Suku Bunga AS
-
Kemenkeu Buka Suara Soal Rasio Utang RI Naik Jadi 40% di 2025
-
Penerimaan Bea Cukai Turun pada Maret 2024, Ini Penjelasan Sri Mulyani
-
BI Prediksi Rupiah Bisa Menguat Rp 15.800 per Dolar AS di 2024