Bank Indonesia menyempurnakan kebijakan rasio kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM). Ini merupakan upaya bank sentral memperkuat kebijakan makroprudensial guna mendorong pemulihan ekonomi.
"Kebijakan ini dalam rangka mendorong kredit perbankan pada sektor pembiayaan inklusif dan UMKM," ujar Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam acara Peluncuran Buku Kebijakan Makroprudensial di Indonesia, Jumat (28/5).
Kebijakan RPIM akan dilakukan melalui empat perluasan. Pertama, perluasan definisi UMKM menjadi pembiayaan inklusif ekonomi subsisten. Kedua, perluasan mitra perbankan dalam penyaluran kredit UMKM.
Ketiga, inovasi perluasan opsi penyaluran kredit secara tidak langsung melalui pembelian surat berharga inklusif. Keempat, pemberian insentif bagi bank yang mendorong korporatisasi untuk sektor UMKM dan sektor prioritas.
Menurut Destry, kebijakan makroprudensial untuk UMKM sangat penting mengingat sektor tersebut merupakan mayoritas unit usaha di Tanah Air. "Di sisi lain kebanyakan penduduk kita juga belum mendapatkan layanan perbankan secara optimal," kata dia.
Ia menjelaskan, Berbagai bank sentral di belahan dunia saat ini terus mendorong kebijakan makroprudensial guna mendorong stabilitas sistem keuangan dan ekonomi makro. Hal dipelajari dari krisis keuangan global 2008-2009 yang menyadarkan pentingnya perkembangan kebijakan makroprudensial.
Adapun dia menyebutkan bahwa kebijakan RPIM merupakan salah satu bagian dari paket kebijakan terpadu Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diinisiasi pada awal Februari 2021. Ke depan, seluruh gagasan dalam paket tersebut segera direalisasikan oleh BI, pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, 11% UMKM yang merambah ekosistem digital, menghadapi persoalan modal. Untuk itu, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) kembali menggelar pelatihan kepada pelaku usaha dan menyediakan permodalan.
BAKTI Kominfo menggelar program Damayana untuk membantu UMKM, terutama di daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T) pada 2019. Program ini kembali digelar pada tahun lalu, dengan menggaet Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Total, BAKTI Kominfo melatih hampir 5.000 UMKM untuk mendigitalisasi bisnis.
Berdasarkan survei dari evaluasi pelatihan itu, 11% terkendala modal. Di satu sisi, banyak UMKM yang mengalami penurunan pendapatan selama pandemi corona karena daya beli masyarakat merosot. "Mereka menyampaikan bahwa kebutuhan permodalan menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan bisnis,” kata Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Latif saat konferensi pers virtual, Senin (24/5).
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) juga mencatat, tingkat kesuksesan UMKM yang merambah pasar digital hanya 15%. Ini berdasarkan evaluasi atas program pelatihan yang diselenggarakan oleh kementerian.
Sedangkan Kemenkop UKM mencatat, ada 4,7 juta UMKM yang merambah ekosistem digital dalam 11 bulan terakhir per April. Secara keseluruhan, jumlahnya hampir 13 juta atau 19% dari total sekitar 64 juta UMKM.