Bank Indonesia mencatat margin keuntungan perbankan kembali meningkat. Hal ini menjadi salah satu penyebab tertahannya penurunan bunga kredit perbankan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan SBDK hanya turun sebesar 177 basis poin (bps) sejak April 2020 menjadi 8,87% pada April 2021. "Penurunan yang terbatas ini didorong peningkatan kembali margin keuntungan bank, terutama terjadi pada kelompok Bank Umum Swasta Nasional," kata Perry dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Juni 2021, Kamis (17/6).
Penurunan SBDK perbankan juga kian seret. Berdasarkan catatan BI, rata-rata SBDK hanya turun 3 bps secara bulanan pada April 2021, lebih terbatas dibandingkan penurunan secara bulanan pada Maret 2021 dan Februari 2021 yang masing-masing 15 bps dan 98 bps.
BI menemukan komponen margin keuntungan perbankan pada April 2021 justru mengalami peningkatan 5 bps dibanding bulan sebelumnya. Peningkatan margin keuntungan terjadi pada seluruh kelompok bank, kecuali Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok BUSN sebesar 9 bps. Kemudian, diikuti oleh kelompok kantor Cabang Bank Asing (KCBA) dan Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masing-masing sebesar 3 bps.
Di samping itu, Perry menilai bahwa premi risiko perbankan cenderung meningkat. "Ini mengindikasikan masih tingginya persepsi risiko perbankan terhadap dunia usaha," ujar dia.
Selama periode April 2020 hingga April 2021, premi risiko perbankan meningkat sebesar 33 bps secara tahunan. Peningkatan terutama terjadi pada kelompok BUSN, yaitu sebesar 74 bps, diikuti oleh kelompok bank BUMN sebesar 9 bps.
Sebaliknya, premi risko pada kelompok KCBA dan BPD menurun masing–masing sebesar 39 bps dan 31 bps. Meningkatnya premi risiko kelompok BUSN dan bank BUMN tersebut sejalan dengan persepsi risiko yang masih tinggi, antara lain dipengaruhi oleh loan at risk kedua kelompok bank tersebut yang berada pada level tertinggi pada April 2021.
Premi risiko kelompok BUSN meningkat pada seluruh segmen kredit, kecuali segmen kredit mikro. Dengan pangsa kredit korporasi dan kredit ritel yang mencapai sekitar 80%, kenaikan premi risiko kelompok BUSN utamanya didorong oleh segmen kredit ritel dan kredit korporasi yang tumbuh masing-masing 57 bps dan 61 bps secara tahunan pada April 2021.
Segmen kredit konsumsi KPR dan kredit konsumsi Non-KPR naik sebesar 93 bps dan 108 bps pada periode yang sama. Sebaliknya, premi risiko segmen kredit mikro turun sebesar 11 bps, sejalan dengan program penjaminan pemerintah untuk segmen kredit tersebut.
Sebelumnya, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai masalah kredit saat ini adalah dari sisi permintaan. Dunia usaha belum kembali pulih sehingga permintaan kredit yang muncul sebagian besar hanya untuk operasional perusahaan atau bertahan di tengah pandemi agar tidak bangkrut. "Jadi bukan untuk kegiatan yang produktif seperti ekspansi usaha," kata Riefky kepada Katadata.co.id, akhir Februari.
Mengetahui hal ini, perbankan berusaha semaksimal mungkin agar NPL tidak naik. Salah satu caranya adalah dengan menahan SBDK untuk menjaga agar kredit yang tercipta berkualitas bagus.
Riefky menilai, hal tersebut memang tidak sesuai dengan keinginan BI agar SBDK bisa turun. Namun, perbankan juga memiliki masalah kualitas kredit. Dengan begitu, dibutuhkan koordinasi antara regulator dan perbankan agar suku bunga kredit bisa turun.