Jakarta-Pemerintah telah memutuskan untuk menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Korporasi dari 25 persen menjadi 20 persen secara bertahap melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1/2020. Tujuannya agar pengusaha mampu bertahan selama pandemi berlangsung.
Penurunan PPh Badan sudah dirasakan, menjadi 22 persen, sejak 2020 hingga 2021 ini. Pajak akan kembali turun pada 2022 menjadi 20 persen. Akibat dari penurunan PPh Badan ini, penerimaan negara dari sektor PPh ini menurun cukup dalam sepanjang 2020.
Laporan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) menyatakan bahwa sepanjang Januari hingga Desember 2020, penerimaan pajak korporasi minus 37,8 persen year on year (yoy). Merosot tajam dari penerimaan pada 2019 lalu yang mampu tumbuh positif, meskipun hanya 0,15 persen year on year.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan PPh Badan pada 2019 sebesar Rp256,74 triliun. Pada 2020, jika dihitung dengan jumlah defisit yang minus 37,8 persen, maka kementerian keuangan mencatat penerimaan sebesar Rp159,7 triliun.
“Kami telah memberi insentif cukup besar, dengan harapan korporasi bisa bertahan dan bahkan mampu pulih kembali nantinya,” Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers awal tahunnya, sebagaimana dikutip oleh harian Kontan.
Pemerintah telah menggelontorkan berbagai insentif perpajakan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Hingga 31 Desember 2020, realisasi insentif perpajakan sebesar Rp 56 triliun dari total pagu Rp120,6 triliun.
Sri Mulyani mengakui bahwa kinerja PPh Badan ke depan juga akan tergantung dari situasi kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Ke depannya, pemerintah meyakini bahwa ekonomi akan beranjak pulih, setelah melewati kontraksi dan pandemi. Proyeksi pembalikan kondisi ekonomi itu menjadi penentu penerimaan pajak 2021, seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi.
Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021, Kementerian Keuangan juga telah mematok penerimaan pajak tahun depan sebesar Rp1.229,6 triliun. Angka tersebut bertumbuh 2,5 persen dari target 2020 sejumlah Rp1.198,82 triliun.
Dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih tercatat adanya anggaran insentif perpajakan sebesar Rp20,4 triliun.
Pagu tersebut dialokasikan untuk pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat.
Meski diproyeksikan tumbuh, target kenaikan penerimaan pajak tahun depan masih di bawah rata-rata periode sebelum ekonomi terdampak pandemi.
Sri Mulyani mengatakan, penerimaan pajak di tahun depan memang dirancang belum begitu tinggi karena ekonomi dalam negeri masih dalam proses pembalikan dari tahun ini.
“Saat ini kami memfokuskan pemulihan ekonomi, APBN juga melakukan reformasi, termasuk dari perpajakan. Penerimaan pajak ditingkatkan tanpa menyebabkan ekonomi menjadi lemah kembali,” kata Menkeu Sri beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai penerimaan pajak tahun depan akan bergantung dari pengendalian pandemi. Realisasi program vaksinasi yang berjalan efektif akan semakin mendukung pemulihan ekonomi.
Lain halnya, kata dia, untuk penerimaan PPh Badan yang akan masih sulit untuk tumbuh seperti periode sebelum pandemi. Peningkatan keuntungan dunia usaha yang masih jauh dari maksimal akan jadi alasan utama, ujarnya.
Prianto berharap tahun depan otoritas pajak tetap menjalankan reformasi perpajakan dengan perluasan basis data dan sistem IT yang memadai.
Tujuannya, agar data basis pajak yang diolah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mempunyai kualitas baik dalam menetapkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan di masa mendatang.