Rupiah Berpotensi Menguat Ditopang Arah Kebijakan The Fed

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Rupiah berpeluang menguat ditopang pernyataan bank sentral AS yng akan mempertahankan pelonggaran stimulus moneter.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
29/7/2021, 10.14 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 0,01% ke level Rp 14.490 per dolar AS pada perdagangan pasar spot hari ini. Namun, analis memperkirakan rupiah  berpeluang menguat ditopang pernyataan bank sentral AS yng akan mempertahankan pelonggaran stimulus moneter.

Mengutip Bloomberg, rupiah terus bergerak melemah ke level Rp 14.494 per dolar AS hingga pukul 10.00 WIB. Posisi ini melanjutkan pelemahannya dari penutupan Rabu kemarin di level Rp 14.488 per dolar AS.

Namun, hasil rapat bank sentral AS mengerek mata uang Asia lainnya. Yen Jepang menguat 0,15%, dolar Hongkong 0,05%, dolar Taiwan 0,08%, won Korea Selatan 0,32%, peso Filipina 0,02%, rupee India 0,12%, yuan Tiongkok 0,07% dan ringgit Malaysia 0,16%. Sementara pelemahan terjadi pada bath Thailand 0,19% dan dolar Singapura 0,02%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah hari ini akan menguat ke level Rp 14.450 per dolar AS. Sinyal penguatan terutama ditopang oleh keputusan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang dalam rapat terbarunya yang tetap mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter.

"Pernyataan Bank Sentral AS dinihari tadi memberikan arahan jelas bagi para pelaku pasar bahwa tingkat suku bunga tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat meskipun ekonomi AS sudah membaik saat ini." kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis, (29/7).

Gubernur The Fed Jerome Powell usai rapat komite pasar terbuka (FMOC) rabu dini hari mengumumkan tetap mempertahankan tingkat suku bunga AS di level 0-0,25%. The Fed juga masih belum memberikan kejelasan waktu yang pasti kapan mereka akan melakukan pengetatan stimulus alias tapering off. Laporan hanya menunjukkan sejumlah indikator ekonomi seperti pasar tenaga kerja dan inflasi mulai membaik namun belum mencapau target komite.

Hasil pertemuan tersebut tidak mengumumkan perubahan yang signifikan pada kebijakan bank sentral AS, termasuk langkah percepatan untuk memperkatat stimulus  yang santer dikabarkan akan dimulai tahun depan. Dalam pidatonya, Powell juga hanya mengatakan bank sentral masih akan memantau sejumlah indikator sebelum akhirnya mengambil langkah baru.

"Dalam menilai sikap kebijakan moneter yang tepat, komite akan melanjutkan memantau implikasi informasi yang diterima terhadap prospek ekonomi. Komite siap menyesuaikan sikap kebijakan moneter yang sesuai jika muncul risiko yang daoat menghambat tercapainya target komite," kata Powell dalam pidatonya seperti dikutip dari CNBC, Kamis, (29/7).

Beberapa penilaian yang menjadi pertimbangan komite rapat untuk mengambil langkah baru kebijakan moneter antara lain, kondisi kesehatan publik, pasar tenaga kerja, tekanan dan ekspektasi inflasi, serta keuangan dan pembangunan internasional.

The Fed sebelumnya memberikan sinyal akan mempercepat tapering off dari semula 2024 menjadi 2023. Langkah ini ditengarai mempertimbangkan kondisi ekonomi AS yang menunjukkan pemulihan sepanjang paruh pertama tahun ini. Inflasi AS juga melonjak ke level tertingginya pada Juni 5,4% dan melampaui target tahunan The Fed 2%.

Rencana tapering off ini kemudian memberi prospek buruk terhadap kondisi pasar keuangan di sejumlah negara berkembang terutama terhadap akan adanya aliran modal asing yang keluar.

Sementara dari dalam negeri, masih tingginya lonjakan kasus Covid-19 beberapa minggu terakhir masih menghantui pasar. Penerapan PPKM Level 1-4 yang telah diperpanjang dua kali berimbas terhadap menurunnya kinerja ekonomi sebulan terakhir.

"Di sisi lain, kasus covid-19 yang masih meninggi di tanah air bisa menahan penguatan nilai tukar rupiah." kata Ariston.

Satgas Covid-19 pada (28/7) mencatat jumlah kasus positif harian kembali naik menjadi 47.791 kasus baru lebih tinggi dari laporan hari sebelumnya. Jumlah konfirmasi sembuh sebanyak 43.856 orang dan meninggal 1.824 orang. Sehingga jumlah kumulatif kasus positif sejak awal pandemi sudah tercatat 3.827.727 kasus positif.

Lonjakan kasus Cpvid-19 di dalam negeri mulai menunjukkan tren kenaikannya sejak pertengahan bulan lalu, dan sempat menyentuh rekor tertingginya pada 15 Juli mencapai 56.757 kasus. Tren kasus sempat menunjukkan penurunan memasuki minggu ketiga Juli, seiring turunnya jumlah pengetesan. Jumlahnya sempat turun di bawah 30 ribu kasus pada 26/7 sebelum akhirnya mulai merangkak mendekati 50 ribu kasus dalam dua hari terakhir.

Reporter: Abdul Azis Said