Realisasi Belanja Vaksin Covid Capai Rp 11,7 T, Baru 20% dari Anggaran

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Petugas medis menunjukan vaksin astrazeneca kepada warga RT 03/RW 03, Kelurahan Cilangkap, Cipayung, Jakarta Timur bersiap untuk melakukan suntik vaksin,Kamis (3/6/2021).
4/8/2021, 07.45 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja vaksin Covid-19 hingga 31 Juli 2021 mencapai Rp 11,72 triliun untuk 65,79 juta dosis. Artinya, realisasi tersebut baru sekitar 20% dari jumlah anggaran yang disiapkan pemerintah untuk keperluan program vaksinasi Rp 57,84 triliun.

Direktur Anggaran Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenkeu Purwanto mengatakan, realisasi belanja vaksin tersebut dilakukan dalam dua skema. Ada beberapa anggaran digunakan untuk pelunasan dan yang melalui pembayaran uang muka.

“Karena ini sifatnya ada barang, beri uang muka, kemudian didistribusikan atau dikirim, selesai dan kemudian dilunasi,” kata Purwanto dilansir dari Antara, Selasa (3/8).

Hingga 31 Juli 2021, program vaksinasi yang sudah dilakukan mencapai 67,6 juta dosis, terdiri dari 47,23 juta dosis pertama dan 20,53 juta vaksin dosis kedua. Adapun vaksin yang sudah terdistribusi mencapai 86,25 juta dosis vaksin dari total 97,5 juta dosis baksi yang berasal dari pengadaan pemerintah. Di aman, sebagian vaksin saat ini masih disimpan di gudang atau PT Bio Farma. 

Purwanto menjelaskan, dari total anggaran Rp 57,84 triliun untuk program vaksinasi, sebanyak Rp 51,33 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat. Sementara itu, Rp 6,51 triliun berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah.

Selain untuk pengadaan vaksin, anggaran juga digunakan untuk pengolahan informasi, distribusi, dan pelaksanaan vaksinasi. Pemerintah melalui DAU juga menganggarkan Rp 1,96 triliun untuk insentif bagi vaksinator, termasuk TNI/Polri, bidan dan tenaga perbantuan lain.

Pemerintah menargetkan sepanjang Agustus 2021 vaksinasi akan mencapai rata-rata 2 juta dosis per hari. Saat ini, rata-rata vaksinasi harian berkisar 1-1,5 juta dosis.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan memastikan masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, ekonomi dan masyarakat lain yang belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK) bisa mendapat vaksinasi Covid-19. Upaya itu dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi, sekaligus memudahkan akses kelompok masyarakat tertentu.

Kategori masyarakat rentan yang dimaksud seperti kelompok penyandang disabilitas, masyarakat adat, penghuni lembaga pemasyarakatan, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dan Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB), serta masyarakat lainnya yang belum memiliki NIK.

Berdasarkan surat edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Nomor HK.02.02/III/15242/2021 masyarakat rentan dan masyarakat lainnya yang tidak memiliki NIK mengalami kendala akses vaksinasi. Program vaksinasi memiliki teknis pelaksanaan pendataan NIK untuk dimasukkan ke dalam sistem informasi satu data vaksinasi Covid-19 yang memuat nama dan alamat.

“Implementasi pelaksanaan vaksinasi masyarakat yang termasuk dalam kelompok rentan terkendala administratif terkait pemenuhan data kependudukan,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi dalam surat edaran yang terbit, Senin (2/8).

Kepala Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota diminta untuk berkoordinasi dengan instansi, Perangkat Daerah Provinsi dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat rentan.

Dinas Kesehatan juga perlu memastikan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, Kantor Wilayah Kementerian Agama, UPT Kementerian dan Lembaga, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan masyarakat Desa, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Setempat.

“Pelayanan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat yang belum memiliki NIK dapat dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di satu lokasi pelayanan yang disepakati,” ujarnya.