Laporan Badan Pusat Statistik menunjukkan, daya beli buruh tani dan bangunan melemah pada Juli 2021 di tengah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan level 4. Hal ini terlihat dari komponen upah riil buruh tani dan bangunan yang menurun.
BPS mencatat, upah riil buruh tani sebesar Rp 52.653 per hari, turun tipis 0,08% dari bulan sebelumnya Rp 52.694. Upah riil buruh tani menggambarkan perbandingan antara upah nominal dengan indeks konsumsi rumah tangga. Indikator upah riil baik buruk tani maupun buruk banguan sering dipakai untuk merepresentasikan daya beli dari pendapatan.
Upah riil buruh tani pada Juni naik meski rata-rata upah hariannya secara nominal pada Juli 2021 naik 0,06% secara bulanan menjadi Rp 56.829. "Secara nominal, upah buruh tani pada Juli sebesar Rp 56.829 rupah per hari. Jika dibandingkan bulan sebelumnya, naik tipis 0,06%," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Rabu (18/8).
Kondisi serupa juga terjadi pada upah riil buruh bangunan yang turun 0,03% secara bulanan menjadi Rp 85.595, meski upah nominalnya naik 0,05% menjadi menjadi Rp 91.171.
Selain kelompok buruh bangunan, BPS juga menghitung rata-rata upah yang diperoleh kelompok buruh informal lainnya yang ada di perkotaan di luar kategori buruh bangunan. Upah buruh potong rambut wanita pada Juli 2021 tercatat sebesar Rp 29.132 per kepala naik 0,01% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, upah riilnya juga turun 0,07%, dari Rp 27.362 menjadi Rp 27.343.
Selain itu, upah asisten rumah tangga (ART) bulan Juli sebesar Rp 424.631, naik 06% dari upah bulan Juni. Namun, upah riilnya juga turun dari dari Rp 398.627 menjadi Rp 398.547.
Kendati upah nominal buruh tani cenderung naik tipis dan upah riil mengalami penurunan, BPS dalam laporan awal bulan ini juga mencatat, kesejahteraan petani mengalami penurunan akibat adanya PPKM Darurat dan PPKM Level 4 yang diberlakukan sepanjang bulan lalu. Hal ini tercermin dari nilai tukar petani (NTP) Juli 2021 yang turun ke level 103,48.
"NTP pada bulan Juli 2021 sebesar 103,48, NTP ini turun 0,11% dibandingkan Juni 2021 dikarenakan kenaikan indeks yang diterima petani kenaikannya lebih kecil dibandingkan indeks yang dibayar petani." kata kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin, (2/8).
NTP terdiri atas dua komponen, yakni indeks yang diterima petani (IT) dan indeks yang dibayar petani (IB). IT menunjukkan tingkat hasil produksi petani, pada Juli hanya naik 0,03%. Sementara IB menunjukkan biaya yang dikeluarkan petani untuk kebutuhan rumah tangga, pada bulan Juli nilai IB mengalami kenaikan 0,14%.