Pemerintah menargetkan pendapatan negara dari cukai dalam RAPBN 2022 mencapai Rp 203,9 triliun, naik 13,2% dibandingkan APBN 2021. Target penerimaan ini akan dipenuhi dengan menaikkan tarif cukai rokok dan memperluas barang kena cukai (BKC), salah satunya cukai produk plastik.
"Cukai hasil tembakau ada target kenaikan. Seperti biasa, kami nanti akan menjelaskan mengenai aturan CHT," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RAPBN 2022, Senin (18/8).
Sri Mulyani menjelaskan, terdapat empat pertimbangan dalam merumuskan kenaikan CHT, yakni:
- Aspek kesehatan, khususnya prevalensi merokok terutama anak-anak.
- Aspek ketenagakerjaan, terutama buruh yang bekerja di industri rokok dan petani tembakau.
- Penerimaan negara.
- Peredaran rokok ilegal.
Selain keempat pertimbangan yang selalu digunakan pemerintah itu, Sri Mulyani menyebut kondisi pandemia akan menjadi pertimbangan utama untuk mengukur tingkat cukai plastik.
Dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2022 dijelaskan bahwa pendapatan negara dari cukai tahun depan akan berkontribusi 83% terhadap target penerimaan kepabeanan dan cukai 2022 sebesar Rp 244 triliun. Nilai ini naik 13,4% dari APBN 2021 sebesar Rp 215 triliun. Target pendapatan kepabenana dan cukai dalam RAPBN 2022 sekaligus yang tertinggi sejak APBN tahun 2005.
Pemerintah memperkirakan pandemi masih akan menjadi faktor yang bepengaruh terhadap realisasi penerimaan cukai. Outlook penerimaan cukai tahun ini diperkirakan sebesar Rp 182,3 triliun, masih berhasil melampaui target dalam APBN 2021 sebesar Rp 180 triliun.
Kendati demikian, pandemi diperkirakan masih menjadi tekanan utama produksi hasil tembakau. Sementara itu, mulai stabilnya permintaan bahan baku untuk produk sanitasi dan desinfektan memengaruhi penerimaan cukai ethyl alkohol (EA). Sedangkan kinerja cukai minuman mengandung ethyl alkohol (MMEA) diperkirakan masih terkontraksi dengan berlanjutnya pembatasan sosial, meskipun tidak sedalam tahun sebelumnya.
Penerimaan cukai mengalami pertumbuhan rata-rata 6,1 persen pada periode tahun 2017–2019. Capaian ini terutama berasal dari CHT dan porgram penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) pada rokok ilegal. Selain itu, kinerja ini juga didorong adanya peningkatan pengawasan dan penindakan terhadap barang kena cukai (BKC) ilegal, penerapan sistem aplikasi cukai (SAC), serta peningkatan audit terhadap para pengusaha BKC.
Sementara itu, pertumbuhan penerimaan cukai tahun lalu melambat hanya sebesar 2,3%, di bawah rata-rata empat tahun sebelumnya. Penerimaan cukai ditopang CHT yang tumbuh 3,3% dan EA yang melesat 97,3%.
Lonjakan penerimaan cukai EA mengalami lonjakan didorong peningkatan kebutuhan atas bahan baku sanitasi desinfektan dalam upaya penanganan pandemi Covid-19. Di sisi lain, cukai MMEA tahun 2020 mengalami kontraksi sangat dalam sebagai dampak kebijakan PSBB terhadap sektor pariwisata.
Selain penerimaan dari cukai, komponen pembentuk penerimaan kepabeanan dan cukai juga berasal dari setoran bea masuk dan bea keluar.
Pemerintah menargetkan pendapatan dari bea masuk dalam RAPBN 2022 sebesar Rp Rp35,1 triliun, naik 5,7% dari APBN 2021 sebesar Rp 33,2 triliun. Sedangkan pendapatan dari bea keluar ditargetkan Rp 4,9 triliun, naik 172% dari APBN 2021 sebesar Rp 1,8 triliun.