Menteri Keuangan Sri Mulyani memangkas anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN dalam RAPBN 2022 dari alokasi tahun ini Rp 744 triliun menjadi Rp 321,2 triliun. Sementara pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya ditargetkan ada di kisaran 5% hingga 5,5%.
Sri Mulyani menjelaskan, anggaran PEN 2022 tetap akan paling banyak mengalir pada klaster kesehatan dan perlindungan sosial. x dipangkas hampir separuh dibandingkan alokasi tahun ini Rp 214,95 triliun.
Anggaran PEN klaster kesehatan akan dipakai untuk berbagai kebutuhan, antara lain, implementasi 3T (tracing, testing dan treatment), perawatan pasien Covid-19 bekerjasama dengan BPJS kesehatan untuk skema cost sharing. Selanjutnya, anggaran juga masih akan dipakai untuk pembiayaan vaksinasi, pengadaan obat Covid-19, insentif tenaga kesehatan dan penangan kesehatan di daerah.
Sementara, anggaran PEN yang disediakan pemerintah untuk program perlinsos Rp 153,7 triliun, juga turun dari alokasi tahun ini Rp 186,64 triliun. Sri Mulyani mengatakan anggaran perlinsos, terutama diberikan untuk program reguler yakni program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, dan kartu prakerja.
Meski kedua anggaran yang dianggap krusial dalam penanganan Covid-19 dan dampaknya ini dipangkas, menurut Sri Mulyani, pemerintah tetap bisa melakukan refocusing dan realokasi sehingga anggara PEN jika dibutuhkan.
"Apabila kasus Covid-19 melonjak, kita bisa melakukan realokasi dari anggaran pemerintahan pusat non-PEN ke anggaran PEN. Namun, jika ekonominya membaik dan Covid-19 bisa terkendali maka tidak perlu melakukan refocusing," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RAPBN 2022, Senin (16/8).
Anggaran PEN pada tahun ini awalnya hanya dipatok sekitar Rp 400 triliun, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini. Namun, kasus Covid-19 yang terus melonjak membuat pemerintah mengerek terus anggaran kesehatan hingga mencapai Rp 744 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah memiliki dana cadangan yang dapat digunakan untuk menambah bantuan sosial dalam bentuk bantuan sosial tunai, kartu sembako, maupun bantuan kuota internet jika dibutuhkan. Namun, ia tak menyebutkan besaranya.
"Namun, ini hanya jika dibutuhkan, jika tidak maka anggaran itu bisa digunakan untuk belanja lain yang lebih produkti," kata Sri Mulyani.
Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kebutuhan anggaran kesehatan dan perlindungan sosial pada tahun depan memang sangat bergantung pada situasi pandemi Covid-19. Jika pandemi sudah terkendali, anggaran kesehatan dan bansos memang sebaiknya dikurangi pada tahun depan.
"Yang lebih diutamakan adalah bagaimana mendorong pemulihan ekonomi," ujar Piter kepada Katadata.co.id, Rabu (18/8).
Piter menilai, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan akan sangat bergantung kepada proyeksi penanggulangan pandemi. Namun, Piter menilai target pertumbuhan ekonomi pemerintah pada tahun depan sebesar maksimal 5,5% terlalu pesimistis. Padahal, pemerintah mengasumsikan pandemi akan terkendali dengan anggaran kesehatan dan perlindungan sosial yang lebih rendah pada tahun depan.
"Kalau diproyeksikan pandemi sudah mereda, kita seharusnya sudah bisa normal lagi (new normal) sehingga pemerintah seharusnya lebih optimistis memasang target untuk tumbuh di atas 6%," kata Piter.
Menurut Piter, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tertolong oleh tahun dasar yang rendah dan momentum yang memungkinan perekonomian untuk melompat sepanjang didukung kebijakan fiskal dan moneter. Ia pun berharap lebih optimistis dan agresif.
"Jangan ragu-ragu menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun depan yang tingg, masalah akan tercapai atau tidak. Target pertumbuhan rendah itu sangat disesalkan, artinya pemerintah tidak bekerja," katanya.
Pertumbuhan ekonomi di atas 6%, menurut Piter, dibutuhkan untuk memberikan lapangan kerja yang cukup bagi angkatan kerja dan mengurangi kemiskinan yang naik akibat pandemi. "Syaratnya, pandemi harus ditanggulangi," ujar dia.