Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya tumbuh di kisaran 3,7%-4,5%. Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi, sektor konsumsi rumah tangga yang berkontribusi lebih dari separuh nilai PDB tumbuh paling lambat dibandingkan empat komponen pengeluaran lainnya.
"Dilihat dari komponen agregat demand-nya, konsumsi rumah tangga mungkin hanya akan tumbuh 2,2% sampai 2,8%," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Bappenas, Bank Indonesia, OJK dan BPS, Senin (30/8).
Bendahara negara menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II tahun ini mencapai 5,9%, dipengaruhi oleh kinerja kuartal II 2021 yang terkontraksi 5,5%. Namun, ia pesimistis dengan realisasi kuartal III 2021 lantaran terdapat pemberlakuan PPKM dua bulan terakhir.
"Pada kuartal III, kita terkena PPKM. Namun, kuartal IV nanti ada Natal dan Tahun Baru. Ini biasanya cukup meningkat secara seasona. Jika Covid-19 tidak mengancam lagi, kami bisa memanfatkan momentum ini," kata Sri Mulyani.
Komponen pengeluaran lainnya yakni investasi diprediksi sudah membaik dengan pertumbuhan 4,7%-6,1%. Sementara kontribusinya terhadap PDB diperkirakan 32,3%. Namun, Sri Mulyani mengingatkan, investasi berpeluang melambat jika operasional dari berbagai sektor produksi mengalami kendala maka
Sementara itu, aktivitas ekspor impor diprediksi tumbuh paling cepat. Ekspor diperkirakan tumbuh 11,7%-14,6%, terutama didorong optimisme mulai membaiknya ekpor secara global. Ekspor berkontribusi terhadap 17,2% pembentukan PDB. Sementara impor diperkirakan tumbuh 12,2%-16% tahun ini, dengan kontribusi 16%.
Selanjutnya, konsumsi pemerintah yang disebut Sri Mulyani jadi tulang punggung utama pertumbuhan ekonomi beberapa kuartal terakhir juga masih akan tumbuh positif. Komponen konsumsi pemerintah diprediksi tumbuh 3,9%-4,6%, dengan kontribusi terhadap PDB 9%.
Dari sisi sektor produksi utama, Sri Mulyani menyebut sektor industri pengolahan, pertanian dan perdagangan masih akan menjadi kontributor utama PDB yakni 46,5%. Pada sektor pertanian, pertumbuhannya diperkirakan 2%-2,3%.
"Pertanian sangat didorong oleh musim, dalam hal ini karena selama Covid-19 ini hujan terus merata selama hampi 18 bulan, jadi cukup baik untuk menjaga pertanian kita," kata Sri Mulyani.
Namun dia mulai khawatir lonjakan Covid-19 varian Delta akan menahan sektor industri pengolahan dan perdagangan untuk tumbuh lebih tinggi. Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh 3,1%-4,2% tahun ini, sementara perdagangan 4%-5%.
Sri Mulyani juga menyebut pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih tinggi yakni mencapai 5%-5,5%. Konsumsi rumah tangga diprediksi menjadi salah satu komponen yang pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan tahun ini mencapai 5%-5,3%.
Investasi juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi tahun depan yakni 5,6% hingga 7%. Sementara tiga komponen lainny akan tumbuh melambat. Konsumsi pemerintah hanya tumbuh 2,8% - 4,5%, ekspor 5,8%-7,9% dan impor 6%-8,6%.
Menurut dia, ada empat faktor yang mendorong menguatnya optimisme pertumbuhan ekonomi tahun depan. Faktor tersebut antara lain, pengendalian Covid-19 yang diperkirakan akan lebih komprehensif lewat program vaksinasi, program perlindungan masyarakat yang efektif. Selain itu, penguatan reformasi struktural mendorong produktivitas dunia usaha, serta adanya pembangunan infrastruktur termasuk digital dan konektivitas.
Namun ia juga memberi catatn, masih terdapat dua risiko fundamental pada perekonomian tahun depan, antara lain, masih tingginya ketidakpastian akan munculnya varian Covid-19 baru. Selain itu, pemulihan ekonomi global yang tidak merata antara negara maju dan berkembang juga jadi tantangan ekonomi domestik tahun depan.