Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Agustus 2021 surplus US$ 4,74 miliar, mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Surplus ini terutama ditopang oleh kinerja ekspor yang melesat di tengah kenaikan impor.
" Secara kumulatif Januari-Agustus 2021, neraca perdagangan telah membukukan surplus US$ 19,17 miliar," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Rabu (15/9).
Ia menjelaskan, ekspor pada Agustus 2o21 mencapai US$ 21,42 miliar melesat 20,92% dibandingkan bulan sebelumnya atau 64,1% dibandingkan Agustus 2020. Sementara impor tercatat US$ 16,68 miliar, naik 10,35% dibandingkan bulan lalu atau 55,26% dibandingkan bulan sebelumnya.
"Tren kinerja ekspor terus menunjukkan peningkatan sejak tahun lalu," kata Margo.
Margo menjelaskan, ekspor migas naik 7,48% secara bulanan atau melesat 77,93% secara tahunan menjadi US$ 1,07 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas naik 21,75% secara bulanan atau 63,43% secara tahunan menjadi US$ 20,36 miliar.
Kinerja ekspor tak lepas dari tren kenaikan harga sejumlah komoditas yang masih berlanjut pada bulan lalu. Harga batu bara naik 11,04% , minyak kelapa sawit 6,85%, dan kernel oil 4,66%. Kenaikan harga juga terjadi pada alumunium, timah, dan nikel. Sementara itu, penurunan harga terjadi pada tembagas sebesar 0,85%, emas 1,25%, dan minyak mentah Indonesia atau ICP 6,06%.
Harga komoditas yang meningkat mendorong ekspor di sektor tambang melesat 27% secara bulanan atau 162,89% secara tahunan menjadi US$ 3,64 miliar. Ekspor industri pengolahan juga naik 20,67% secara bulanan atau 52,62% secara tahunan menjadi U$ 16,37 miliar. Adapun ekspor pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 17,89% secara bulanan atau turun 0,42% secara tahunan menjadi US$ 0,34 miliar.
Berdasarkan golongan barang berdasarkan kode hs dua digit, kenaikan ekspor terutama terjadi pada kelompok lemak dan minyak hewani/nabati US$ 1,54 miliar, bahan bakar mineral US$ 573 juta, serta biji, logam, terak, abu US$ 213 juta.
Kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk negara tujuan Tiongkok mencapai US$ 1,2 miliar, India US$ 759 juta dan Jepang US$ 435 juta. Sedangkan penurunan ekspor terjadi ke negara tujuan Kamboja, Georgia, dan Polandia.
BPS mencatat ekspor secara kumulatif mencapai US$ 142,01 miliar, naik 37,77% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesar ekspor sepanjang tahun ini diberikan kelompok barang lemak dan minyak hewan/nabati, serta bahan bakar mineral.
Disisi lain, Margo menjelaskan, impor pada Agustus terutama didorong oleh impor migas seiring kenaikan harga ICP. Impor migas tercatat US$ 2,05 miliar, naik 14,74% dibandingkan bulan lalu bahkan hampir dua kali lipat dibandingkan Agustsu 2020 yang mencapai 0,95 miliar.
Sementara itu, impor nonmigas naik 9,76% dibandingkan bulan lalu atau 49,39% dibandingkan Agustus 2020 menjadi US$ 14,63 miliar. "Tren impor tahun ini lebih baik dibandingkan 2020, kecuali pada Januari," kata dia.
Berdasarkan penggunaan barang, impor konsumsi naik 15,34% secara bulanan atau 58,23% secara tahunan menjadi US$ 1,89 miliar. Impor barang modal naik 16,44% atau 34,56% menjadi US$ 2,41 miliar, dan impor bahan baku/penolong naik 8,39% secara bulanan atau 59,59% menjadi US$ 12,38 miliar.
"Impor Agustus menggambarkan semakin meningkatnya kebutuhan industri, ini menandakan permintaan cukup bagus," katanya.
Kenaikan impor terutama terjadi pada barang-barang yang berasal dari Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan.
BPS mencatat, total impor sepanjang Januari-Agustus mencapai US$ 122,83 miliar atau naik 33,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesar diberikan oleh impor mesin dan peralatan mekanik.