Pemerintah melakukan pengelolaan portofolio utang untuk pertama kalinya dengan cara pembelian kembali atau buyback surat utang global sebesar US$ 1,16 miliar atau setara Rp 16,5 triliun. Pembelian kembali dilakukan dengan skema tender offer.
Berdasarkan keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan pada Senin (20/9), pembelian kembali dilakukan untuk delapan Surat Berharga Negara (SBN) dalam valuta asing. Nilainya mencapai US$ 1,16 miliar dengan total cash consideration alias pembayaran tunai sebesar US$ 1,24 miliar.
"Antusiasme investor global untuk berpartisipasi dalam transaksi ini tercermin dari jumlah instruksi tender yang diterima untuk seluruh seri yang totalnya mencapai US$ 2,68 miliar," demikian tertulis dalam keterangan DJPPR, Selasa (21/9).
DJPPR menjelaskan, transaksi ini merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas untuk memperpanjang maturity profile instrumen obligasi global dan menghematan biaya utang dari penurunan beban bunga, dengan memanfaatkan suku bunga pasar yang saat ini relatif rendah.
Surat utang yang berhasil dibeli kembali terdiri atas satu seri obligasi dengan jatuh tempo tahun 2022 yang memiliki yield 3,750%. Jumlah pokok yang diterima dari buy back seri ini mencapai US$ 515,19 juta dan faktor prorata 100%.
Kemudian, seri obligasi dengan yield 3,375% dan jatuh tempo 2023 dengan jumlah pokok US$ 239,05 juta, serta faktor prorata 75,9%. Satu seri obligasi lainnya dengan periode jatuh tempo yang sama namun tingkat yield lebih tinggi 5,375%. Jumlah pokok yang diterima dari seri ini US$ 180,78 juta dan faktor prorata 100%.
Lalu, satu seri obligasi memiliki periode jatuh tempo tahun 2024 dengan yield 4,450%. Jumlah pokok yang diterima US$ 223,88 juta dan faktor prorata sebesar 100%.
Selain empat seri tersebut, terdapat empat seri lainnya yang memiliki jumlah pokok yang diterima US$ 0. Rinciannya yakni, seri obligasi yield 2,950% dan jatuh tempo 2023, yield 5,875% dengan jatuh tempo 2024, yield 4,125% dengan jatuh tempo 2025 dan yield 4,750% dan jatuh tempo 2026.
Selain melakukan penyesuaian utang dengan buyback, pemerintah juga melakukan pricing terhadap obligasi global dalam denominasi dolar AS. Ini dilakukan pada 13 September yang lalu dengan format SEC Shelf Registered. Hasil pricing tersebut diperoleh utang US$ 1,25 miliar dari penerbitan dua seri obligasi global.
Seri pertama yakni penerbitan kembali atau re-tap INDON 2 seri RI0731 dengan yield 2,150% dan jatuh tempo Juli 20231. Jumlah dana yang diperoleh dari penerbitan ini sebesar US$ 600 juta. Seri kedua, penerbitana baru untuk tenor 40 tahun dengan nominal pendapatan US$ 650 juta.
Penerbitan dua seri itu menjadi penerbitan kesepuluh yang dilakukan pemerintah dalam mata uang dolar AS. Pemerintah akan menggunakan hasil penerbitan tersebut untuk pembiayaan APBN secara umum, serta untuk membeli kembali sejumlah obligasi global pemerintah melalui transaksi tender offer.
Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah pada Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun. Nilai tersebut naik 20,89 secara tahunan namun pertumbuhan bulanannya tipis yakni 0,23%. Rasio utang pemerintah terhadap PDB 40,51% atau menyusut dari bulan sebelumnya yakni 41,35%.
Komposisi utang pemerintah bulan Juli masih didominasi surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.727,71 triliun, atau 87,18% terhadap total utang pemerintah. Utang berbentuk SBN terdiri atas SBN domestik Rp 4.437,61 dan SBN valas Rp 1.290,09 triliun.
Utang pemerintah juga berasal dari pinjaman dari dalam negeri Rp 12,70 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 829,76 triliun. Adapun pinjaman luar negeri terbagi lagi ke dalam tiga kategori, yakni bilateral Rp 312,64 triliun, multilateral Rp 474,39 triliun dan pinjaman bank komersial Rp 42,73 triliun.