Krisis Energi Dongkrak Inflasi Uni Eropa ke Rekor Tertinggi 13 Tahun

Katadata
Bendera Uni Eropa. Kawasan ini mencatatkan inflasi tertingginya dalam 13 tahun terakhir seiring melonjaknya harga energi.
Penulis: Happy Fajrian
2/10/2021, 15.30 WIB

Krisis energi yang membuat harga energi meroket telah membuat tingkat inflasi kawasan Uni Eropa melesat ke level tertingginya dalam 13 tahun terakhir. Inflasi zona euro pada September, menurut data Eurostat, mencapai 3,4%.

Level inflasi tersebut merupakan yang tertinggi sejak September 2008 yang ketika itu mencapai 3,6%. Tingginya inflasi EU didorong indeks harga konsumen Jerman yang mencapai 4,1% pada September, yang merupakan level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

Melonjaknya inflasi di kawasan Eropa didorong oleh tingginya harga energi. Harga gas bulan depan di pusat TTF Belanda yang menjadi harga patokan kawasan Eropa, telah meningkat hampir 400% sejak awal tahun ini.

Terlebih lagi, rekor kenaikan harga energi ini diperkirakan belum akan berakhir dalam waktu dekat. Analis memperingatkan kondisi ini kemungkinan akan bertahan hingga berakhirnya musim dingin.

Untuk mencegah inflasi yang lebih tinggi, sejumlah negara EU telah mengintervensi kenaikan harga energi untuk mengurangi beban konsumen. Prancis telah menjadi negara terbaru yang menerapkan kebijakan ini menyusul Italia, Yunani, dan Spanyol.

Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengatakan bahwa pemerintah akan memblokir kenaikan harga gas alam lebih lanjut serta kenaikan tarif listrik. Namun, sebelum langkah-langkah ini diterapkan, harga gas naik 12,6% untuk konsumen Prancis pada Jumat (1/10).

Para bankir sentral berpendapat bahwa lonjakan inflasi baru-baru ini bersifat “sementara” dan bahwa tekanan harga akan mereda pada tahun 2022.

“Kami telah merevisi banyak proyeksi kami dalam tiga kuartal terakhir. Hal-hal telah meningkat lebih cepat untuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan lapangan pekerjaan,” kata Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde seperti dikutip dari CNBC.com Sabtu (2/10).

Menurut Lagarde inflasi ini kabar yang positif dapat diartikan adanya pergerakan pada perekonomian. Meski begitu, ia mengakui bahwa tekanan harga energi kemungkinan paling berpengaruh terhadap inflasi dibandingkan faktor lainnya, terutama gangguan dalam rantai pasokan.

“Energi akan menjadi masalah yang mungkin akan mengikuti kita lebih lama. Karena kita juga sedang bertransisi dari sumber energi yang didorong oleh industri fosil,” kata Lagarde. Simak databoks berikut:

Tetapi beberapa ekonom mempertanyakan apakah semua tekanan harga bersifat sementara, dan apakah bank sentral perlu menyesuaikan kebijakan moneter lebih cepat.

“Lonjakan baru-baru ini tidak akan banyak membantu untuk menjembatani kesenjangan antara dua kubu inflasi: satu berpendapat bahwa pendorong inflasi bersifat sementara dan bahwa efek dasar akan hilang atau bahkan berbalik tahun depan dan yang lainnya melihat risiko yang luas dari percepatan inflasi. Kami tetap berada di tengah-tengah,” kata kepala makro global di ING Jerman, Carsten Brzeski.

Dia menambahkan bahwa tingkat inflasi yang terus-menerus lebih tinggi dan risiko tinggi bahwa ECB sebenarnya telah memasuki periode di mana prakiraan inflasi jangka panjangnya sering kali menjadi terlalu rendah akan memberi lebih banyak tekanan pada bagaimana banyaknya akomodasi moneter yang benar-benar dibutuhkan oleh ekonomi UE.

Analis mengharapkan ECB untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang sikap kebijakan moneter pada pertemuan di bulan Desember. Program pembelian darurat pandemi, yang dikenal sebagai PEPP, akan berakhir pada bulan Maret dan pengamat ECB memperkirakan penurunan tingkat pembelian pada bulan-bulan terakhir program.

“Bahkan jika inflasi tetap lebih tinggi lebih lama, kami masih berpikir Bank Sentral Eropa akan tetap berpegang pada pendekatan dovish-nya,” kata kepala ekonom Eropa di Capital Economics, Andrew Kenningham.