Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan untuk menutup kebutuhan membengkaknya biaya proyek tersebut dengan menggunakan dana APBN. Kementerian akan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan alias BPKP untuk mengaudit penggunaan dana pemerintah untuk anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, BPKP akan melakukan audit terlebih dahulu. Berdasarkan hasil audit itulah baru dapat ditentukan jumlah dana tambahan untuk proyek kereta cepat itu.

Tambahan pendanaan juga berlaku bagi proyek kereta cepat yang terkendala masalah lahan dan perubahan desain karena kondisi geografis dan geologis. Tanpa ada hasil audit maka penambahan dana proyek tidak bisa dilakukan. Arya memperkirakan, proses audit akan selesai Desember 2021.

“Kami minta audit dulu, baru ditetapkan berapa angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KCIC,” kata Arya dalam keterangannya, Minggu (10/10).

Arya menyebut angka atau nilai yang diajukan untuk suntikan dana tambahan proyek kereta cepat sudah bersih atau clear. Dengan begitu, ke depan tidak akan muncul angka-angka baru. “Saat kita minta bantuan ke pemerintah, angkanya sudah bersih,” ujarnya.

Sebelumnya dia menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat anggaran proyek kereta cepat Indonesia-Cina alias KCIC membengkak. "Masalahnya adalah Corona datang, dan kita ingin pembangunan tepat waktu. Corona datang membuat beberapa hal menjadi terhambat," ujar Arya dalam keterangannya, Sabtu (9/10).

Kedua, terganggunya arus kas alias cash flow para perusahaan BUMN yang menjadi anggota konsorsium KCIC. Perusahaan itu adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Jasa Marga Tbk dan PTPN VIII.

Contohnya, KAI dihadapkan pada masalah penurunan penumpang kereta selama pandemi. Alhasil, PT KAI tidak bisa menyetorkan dana sesuai yang direncanakan ke proyek tersebut.

Ketiga Arya juga menjelaskan perkembangan desain dan geografis selama pembangunan proyek turut memicu pembengkakan biaya. Di tengah perjalanan pembangunan terjadi perubahan-perubahan desain karena kondisi geologis dan geografis yang berbeda.

Arya menekankan bahwa hampir semua negara mengalami hal serupa dalam pembangunan kereta cepat, khususnya untuk langkah pertama. Hal tersebut dapat dipastikan membuat pembengkakan biaya proyek kereta cepat.

Keempat, kenaikan harga tanah. "Seiring waktu ada kenaikan-kenaikan, dan itu wajar terjadi, yang membuat pembengkakan dana anggaran," kata Arya.

Berbagai faktor tersebut membuat pemerintah turut turun tangan membantu pembangunan proyek kereta cepat dengan rute perdana Jakarta-Bandung bisa terlaksana dan tepat waktu. Saat ini pelaksanaan dan progres kereta cepat itu hampir 80%.

"Mau tidak mau, supaya kereta cepat berjalan baik, kita pemerintah harus ikut memberikan pendanaan. Di mana semua negara, pemerintahnya ikut campur dalam hal pembiayaan kereta cepat, hampir semua negara," ujarnya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengizinkan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai salah satu sumber pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Restu  diberikan di tengah membengkaknya kebutuhan anggaran proyek kerja yang mencapai sekitar US$ 1,9 miliar atau setara Rp 27 triliun.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 yang diteken Jokowi pada 6 Oktober untuk mengubah Peraturan Nomor 107 Tahun 2015. Dalam pasal 4 Perpres tersebut dijelaskan bahwa pendanaan dalam rangka pelaksanaan penugasan pengerjaan proyek kereta cepat dapat bersumber dari penerbitan obligasi, pinjaman konsorsium, dan pendanaan lain yakni Pembiayaan APBN. 

Adapun jejeran konsorsium BUMN yang terlibat, seperti PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PTPN VIII. Melalui Perpres tersebut, Jokowi juga mengubah pimpinan konsorsium dari Wijaya Karya menjadi KAI.