Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja sektor industri pengolahan akan meningkat dan kembali ke zona ekspansi pada kuartal terakhir tahun ini. Hal ini seiring pelonggaran PPKM dan meningkatnya mobilitas masyarakat.
Optimisme perbaikan di sektor industri pengolahan tersebut tercermin dari Prompting Manufacturing Index (PMI) BI kuartal IV 2021 sebesar 51,17%, naik dari kuartal sebelumnya 48,75%. Pembacaan indeks di atas 50% mengindikasikan ekspansi, sedangkan di bawah 50% berarti kontraksi.
"Peningkatan PMI-BI didorong oleh seluruh komponen pembentuknya, terutama volume produksi, volume pesanan, dan volume persediaan barang jadi yang akan berada di fase ekspansi," tulis dalam laporan BI yang dirilis siang ini, Rabu (13/10).
Pada kuartal IV, volume produksi diperkirakan meningkat dan kembali berada dalam fase ekspansi dengan indeks sebesar 51,98%. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan aktivitas masyarakat serta didorong penurunan level PPKM di sejumlah wilayah terutama di Jawa-Bali.
Sejalan kenaikan volume produksi, maka indeks volume pesanan barang input juga diramal ikut naik menjadi 52,88%. Komponen volume persediaan barang jadi juga ikut naik ke indeks 52,16%. Kemudian indeks tenaga kerja dan kecepatan penerimaan barang input juga akan membaik namun masih tertahan di zona kontraksi, kedua komponen ini kompak di level yang sama 48,83%.
BI mencatat, mayoritas sektor usaha akan ekspansi setelah hampir semua sektor terkontraksi pada kuartal III 2021. Industri makanan, minuman dan tembakau mencatatkan indeks 51,43%, industri pupuk, kimia dan barang dari karet mencatat indeks 50,18%, serta industri kertas dan barang cetakan mencatatkan indeks 54,17%. Industri sektor alat angkut, mesin dan peralatannya mencatatkan indeks 51,75%, lalu industri tekstil, barang kulit dan alas kaki 50,88%.
Sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya juga mencatatkan kenaikan indeks menjadi 50,37%. Demikian pula dengan industri semen dan barang galian non logam sebesar 53,48%. Sementara itu, industri logam dasar baja dan besi masih tertahan di zona kontraksi dengan indeks 49,66%.
BI melaporkan kinerja sektor manufaktur melambat dan jatuh ke zona kontraksi seiring kebijakan pembatasan mobilitas selama Juli-September. Perlambatan kinerja tersebut terindikasi dari indeks PMI-BI sebesar 48,75%, jatuh dari 51,45% pada kuartal sebelumnya.
Penurunan PMI-BI pada kuartal III 2021 terjadi pada seluruh komponen. Volume produksi terkontraksi dengan indeks 49,46%, lebih rendah dari kuartal sebelumnya 54,20%. Ini merupakan kontraksi pertama sejak awal tahun.
"Responden menyampaikan bahwa penurunan volume produksi tersebut sejalan dengan terbatasnya aktivitas masyarakat, sehingga berdampak pada permintaan masyarakat saat PPKM Darurat dan PPKM Level 1-4 di sejumlah daerah dalam rangka pengendalian Covid-19," tulis laporan tersebut.
Komponen volume pesanan barang input tercatat mengalami perlambatan sejalan dengan menurunnya volume produksi. Indeks komponen ini tercatat sebesar 51,53%, melambat dari 54,03% pada kuartal sebelumnya. Kendati demikian, komponen ini jadi satu-satunya yang masih bertahan di fase ekspansi.
Volume persediaan barang jadi juga turun dan berada pada fase kontraksi dengan indeks 49,64% meski kuartal sebelumnya masih ekspansi 51,63%. Selain itu, penurunan volume produksi tampaknya ikut mendorong penggunaan jumlah tenaga kerja menurun.
Indeks penggunaan tenaga kerja terkontraksi semakin dalam sebesar 46,76% setelah kuartal sebelumnya juga di fase yang sama dengan indeks 47,68%. Komponen ini mencatat rekor terus berada di zona kontraksi sejak kuartal III 2019.
Sementara komponen lainnya, yakni kecepatan penerimaan barang input juga terkontraksi semakin dalam yakni 44,05% dari kuartal sebelumnya 46,57%. Penurunan indeks pada komponen ini dikarenakan kendala pada jalur distribusi saat permbelakukan PPKM Darurat dan PPKM Level 1-4.
BI mencatat, mayoritas sektor usaha mengalami penurunan indeks sepanjang Juli-September. Industri makanan, minuman dan tembakau terkontraksi, dari kuartal sebelumnya 55,74% menjadi 48,92%. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet mencatat indeks 48,29%, setelah kuartal sebelumnya masih berada di zona ekspansi dengan indeks 50,24%.
Industri kertas dan barang cetakan juga melambat namun masih ekspansi dengan indeks 51,55% setelah sebelumnya di level 53,88%. Selanjutnya sektor alat angkut, mesin dan peralatannya juga melambat dari indeks 49,17% menjadi 48%.
Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki mencatat kenaikan indeks dari 48,36% menjadi 48,66%. Kendati demikian belum berhasil keluar dari zona kontraksi. Barang kayu dan hasil hutan lainnya juga naik dari 46,97% menjadi 47,01%. Indeks PMI-BI sektor semen dan barang galian non logam naik dari 49,24% menjadi 49,78%. Kemudian industri logam dasar baja dan besi naik dari indeks 48,06% menjadi 49,07%.