Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan telah menghapuskan utang sebanyak 31 negara miskin sebesar US$ 860 juta atau setara Rp 12,2 triliun sejak awal pandem. Fasilitas penghapusan utang tersebut diberikan melalui Catastrophe Containment and Relief Trust (CCRT), lembaga di bawah naungan IMF.
Skema bantuan ini sudah mulai dijalankan sejak Maret tahun lalu. IMF memberikan hibah kepada negara tertentu sesuai kriteria. Dana tersebut kemudian dikembalikan lagi ke lembaga tersebut untuk pelunasan utang.
Bantuan ini hanya diberikan kepada negara anggota IMF yang termiskin dan paling terdampak parah oleh pandemi. Bantuan juga hanya diberikan terhadap negara yang memiliki utang jatuh tempo maksimal April 2022. IMF menyediakan total dana hingga US$ 1,5 miliar untuk skema bantuan ini.
IMF telah berkali-kali mengatakan bahwa pemulihan ekonomi di dunia saat ini tidak merata. Negara miskin berpenghasilan rendah pulih lebih lambat, antara lain karena akses vaksinasi yang terbatas.
Negara miskin juga menumpuk utang yang kian besar selama pandemi Covid-19. Dalam laporan Bank Dunia terbaru yang bertajuk International Debt Statistics 2022, utang negara miskin naik 12% pada tahun lalu menjadi US$ 860 miliar.
Selain memberi bantuan lewat penghapusan utang, IMF juga melaporkan telah menyalurkan pinjaman sebesar US$ 118 miliar kepada 87 negara sejak awal pandemi. Sebanyak 54 negara di antaranya merupakan negara berpenghasilan rendah.
"Reformasi kebijakan pada bulan Juli akan memastikan bahwa IMF secara fleksibel mendukung kebutuhan pembiayaan negara-negara berpenghasilan rendah selama pandemi dan pemulihan sambil terus memberikan pinjaman ringan dengan suku bunga nol," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam keterangan resminya, Selasa (12/10).
Georgieva juga menyebut, bantuan IMF yang tidak kalah penting yakni penarikan dana cadangan lembaga melalui skema Special Drawing Rights (SDR) sebesar US$ 650 miliar. Indonesia ikut menerima bantuan ini dengan nominal US$ 6,31 miliar atau hampir Rp 90 triliun. Bantuan IMF ini mendorong cadangan devisa Indonesia mencapai rekor tertinggi pada Agustus.
"Untuk memperbesar manfaat alokasi SDR, kami mendorong penyaluran bantuan ini secara sukarela dari negara-negara dengan posisi eksternal yang kuat kepada mereka yang paling membutuhkan," kata Georgieva.
IMF mulai melakukan penarikan dana cadangan senilai US$ 650 miliar atau setara Rp 9.360 triliun melalui skema SDR pada Senin, (23/8) lalu. Penarikan SDR kali ini merupakan yang kelima kalinya sekaligus terbesar dalam sejarah IMF untuk membantu penanganan krisis.
Pada 1970-1972, IMF melakukan penarikan pertama dana cadangan mencapai US$ 9,3 miliar. Kemudian, pada 1979-1981 penarikan sebesar US$ 12,1 miliar, penarikan sebesar US$ 161,2 miliar pada 28 Agustus 2009, serta alokasi khusus sebesar US$ 21,5 miliar pada 9 September 2009.
Dari dana tersebut, IMF menjanjikan sebanyak US$ 275 miliar atau Rp 3.960 triliun di antaranya akan dipinjamkan kepada negara-negara berkembang. Hal itu termasuk sebanyak US$ 21 miliar akan disalurkan kepada negara-negara berpenghasilan rendah.