Pemerintah Kantongi Rp 15 Triliun dari Penerbitan ORI 020

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Direktur Surat Utang Negara pada Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kemenkeu Loto S. Ginting memperlihatkan informasi tentang Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR005 ketika peluncuran di Jakarta, Kamis (10/1/2019). Pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) ritel kepada investor individu secara daring, yakni SBR seri SBR005 dengan minimum pemesanan sebesar Rp1 juta dan maksimal Rp3 miliar melalui mitra distribusi.
26/10/2021, 09.24 WIB

Pemerintah berhasil menambah utang baru senilai Rp 15 triliun melalui penerbitan Obligasi Negara Ritel seri ORI 020 pada Senin (25/10).

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan ORI 020 merupakan penerbitan instrumen SUN ritel terakhir di tahun 2021. Ia menyebut utang ini bakal dipakai untuk memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

"Dana hasil penjualan ORI 020 termasuk untuk program penanggulangan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," tulisnya dalam keterangan resmi, Senin (25/10).

Deni mengatakan realisasi penarikan utang dari penerbitan obligasi ritel kali ini lebih rendah dibandingkan dua seri sebelumnya. ORI 019 berhasil mencetak pemasukan Rp 26 triliun, dan SR015 mencatat hasil penjualan Rp 27 triliun.

"Penurunan target tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi penurunan kebutuhan pembiayaan APBN seiring membaiknya realisasi penerimaan negara, serta optimalisasi belanja negara dan pembiayaan non utang," ujar Deni.

Deni mengatakan animo investor untuk membeli ORI 020 cukup tinggi sekalipun terdapat sejumlah ketentuan yang berubah dari penerbitan seri-seri sebelumnya. Selain jumlah penerbitannya yang dikurangi, waktu penjualan juga dipersingkat menjadi kurang dari tiga minggu dari yang biasanya bisa sampai sebulan.

Kemudian kupon ORI 020 dipatok hanya 4,95%, terendah sepanjang penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel. Bukan hanya itu, DJPPR juga menurunkan batas maksimal pembelian. Pada seri-seri sebelumnya, investor diberi kesempatan untuk membeli maksimal Rp 3 miliar, kini dibatasi maksimal Rp 2 miliar.

"Hal ini dilakukan agar lebih banyak masyarakat dengan dana investasi yang terbatas mendapat berkesempatan untuk berinvestasi pada ORI 020," kata Deni.

Namun, ia menyebut masih tingginya minat masyarakat terlihat dari target penerbitan ORI020 yang sudah terpenuhi tiga hari sebelum masa penawaran berakhir. Pemerintah memulai masa penjualan ORI 020 tertanggal 4-21 Oktober 2021.

Hasil dari penjualan ORI 020 mencatat, jumlah investor mencapai 30.053, di mana 38,7% atau 11.631 diantaranya merupakan investor baru.

Berdasarkan kelompok usia, mayoritas pemeli ORI 020 merupakan generasi X, yakni penduduk berusia 41-55 tahun. Mereka berkontribusi 34,7% terhadap jumlah investor. Kendati demikian dari sisi nominal pembelian, penerbitan kali ini masih didominasi generasi baby boomer , usia 54-74 tahun, yang mencakup 41,9% dari total penjualan.

Berdasarkan profesinya, jumlah investor ORI 020 didominasi pegawai swasta sebanyak 3,4%. Tetapi secara nominal, pembelian didominasi oleh investor yang berprofesi sebagai wiraswasta dengan pembelian 41,8% dari total penjualan.

"Berdasarkan gender, jumlah investor ORI 020 didominasi investor wanita sebanyak 59,1%. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak SUN Ritel ditawarkan secara online," kata Deni.

Keterlibatan investor perempuan dalam penerbitan kali ini juga terlihat dari pembelian oleh kelompok profesi ibu rumah tangga. Mereka menduduki peringkat tiga besar pembeli ORI 020, dengan kontribusi 12,1% dari total investor pada penerbitan kali ini.

Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah pada Agustus 2021 mencapai Rp 6.625,43 triliun atau setara dengan 40,85% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini meningkat 0,8% dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan total utang secara tahunan naik 15,5%.

Komposisi utang pemerintah mayoritas berupa Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak Rp 5.792,39 triliun. Dari angka tersebut, porsi SBN domestik mencapai Rp 4.517,71 triliun dan SBN valuta asing (valas) Rp 1.274,68 triliun. 

Pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebanyak Rp 833,04 triliun. Pinjaman sebesar Rp 12,64 triliun berasal dari dalam negeri, sedangkan Rp 820,4 triliun berasal dari luar negeri.

Reporter: Abdul Azis Said