Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan hampir dua tahun memaksa negara-negara dunia merogoh belanja fiskal yang lebih besar.
"Anggaran ini bukan hanya untuk mengatasi masalah kesehatan, tetapi juga konsekuensi dari implikasi sosial ekonomi akibat Covid-19," kata Sri Mulyani dalam webinar The 7th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference, Selasa (26/10).
Indonesia pada tahun lalu menyediakan anggaran pandemi melalui anggaran Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) senilai Rp 695,2 triliun. Anggaran tersebut terpakai Rp 579,78 triliun atau 83,4% dari pagu.
Sri Mulyani pada tahun ini juga kembali mempertebal alokasi anggaran PEN menjadi Rp 744,77 triliun dari alokasi awal Rp 372,3 triliun. Namun, realisasinya hingga 22 Oktober baru mencapai Rp 433,91 triliun atau 58,3% dari pagu.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan alokasi fiskal yang besar menunjukkan bahwa tekanan pandemi menimbulkan konsekuensi luar biasa. Meski begitu, output dari belanja tersebut membantu ekonomi global mulai pulih sekalipun ketidakpastian masih membayangi.
"Banyak negara masih berjuang dengan varian baru, dan juga masalah vaksinasi di beberapa negara yang sangat terbatas menunjukkan adanya distribusi vaksin yang tidak adil," kata Sri Mulyani.
Dana Moneter Internasional (IMF) awal bulan ini kembali memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global dari semula 6% menjadi 5,9%. Ekonomi negara-negara maju juga diproyeksikan akan melambat dengan pertumbuhan 5,2%, dari semula 5,6%, terutama perlambatan ekonomi AS menjadi 6% dari semula 7%.
Pemangkasan akibat memburuknya pandemi pada kuartal III 2021 juga dialami Indonesia. IMF menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 3,2% dari semula 3,9%.
Meski demikian, Sri Mulyani menilai kondisi Indonesia saat ini jauh lebih baik dan sudah menunjukkan pemulihan. Hasil ini tidak bisa lepas dari kemampuan untuk menangani lonjakan varian Delta yang dinilai efektif dan realtif cepat. Mobilitas masyarakat pun mulai terlihat kembali normal pada akhir Agustus yang berlanjut hingga saat ini.
Adapun Sri Mulyania pemulihan masih perlu terus didorong dengan mempercepat vaksinasi. Ia mengatakan Presiden Jokowi telah menginstruksikan agar 70% dari total populasi Indonesia bisa mendapatkan vaksin pada akhir tahun nanti.
"Ini artinya kita harus memvaksinasi 2,5 juta orang perhari, tentu ini angka yang sangat besar sekaligus tantangan mengingat situasi geografis kita yang beragam," kata Sri Mulyani.
Namun, vaksinasi bukan satu-satunya syarat untuk bisa pulih. Sri Mulyani menekankan, aktivitas ekonomi bisa kembali dilanjutkan jika masyarakat taat pada protokol kesehatan (prokes) sehingga lonjakan baru tidak akan terjadi kembali.
Ia mengingatkan banyak negara yang saat ini berhadapan pada lonjakan kasus meski tingkat vaksinasi tinggi, seperti di Amerika Serikat, Singapura, dan sejumlah negara Eropa.