Sri Mulyani Beri Bea Masuk Tambahan Impor Pakaian dan Aksesorisnya

Antara/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberlakukan bea masuk tambahan untuk impor produk pakaian dan aksesorisnya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/11/2021, 16.10 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberlakukan bea masuk tambahan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamana (BMTP) untuk impor sejumlah produk pakaian dan aksesorinya. Langkah ini ditempuh pemerintah merespons temuan lonjakan impor pakaian yang berpotensi menganggu kinerja industri di dalam negeri.

Ketentuan pengenaan BMTP tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesori Pakaian. BMPT merupakan tambahan bea masuk umum atau tambahan bea masuk preferensi berdasarkan skema perjanjian perdagangan barang internasional yang berlaku.

Terdapat 134 pos tarif impor dari sejumlah jenis pakaian dan aksesori yang akan dikenakan tarif bea masuk tambahan. Besaran tarif berlaku sesuai jenis pos pakaian dan tahun periode pemberlakuan selama tiga tahun. Tarif lebih mahal pada tahun pertama pemberlakuan dan semakin murah menuju tahun ketiga.

Beberapa jenis pakaian yang dikenakan bea masuk tambahan tersebut untuk jenis sebagai berikut:

  1. Mantel panjang, car-coat, jubah bertopi, jubah, anorak, wind-cheater, wind-jacket dan barang semacam itu baik berbahan rajutan dan kaiatn maupun bukan
  2. Setelan, esemble, jas, blazer, celana panjang, pakaian terusan berpenutupan di depan dan bertalu, celana panjang sampai lutu dan celana pendek, untuk pria atau anak laki-laki, baik yang berbahan rajutan dan kaitan maupun bukan
  3. Setelan, ensemble, jas, blazer, gaun, rok, rok terpisah, celana panjang, pakaian terusan berpenutup di depan dan bertali, celana panjang sampai lutut dan celana pendek (selain pakaian renang) untuk wanita atau anak perempuan, baik yang berbahan rajutan dan kaitan maupun bukan
  4. Kemeja pria atau anak laki-laki, baik berbahan rajutan dan kaitan maupun bukan
  5. Blus, kemeja dan kemeja blus, untuk wanita atau anak perempuan, baik berbahan rajutan atau kaitan maupun bukan
  6. T-shirt, singlet dan kaus kutang lainya, rajutan atau kaitan
  7. Jersey, pullover, cardigan, rompi dan barang semacam itu berbahan rajutan atau kaitan
  8. Garmen dan aksesori pakaian untuk bayi, baik berbahan rajutan atau kaitan maupun bukan
  9. Syal, scarf, muffler, mantilla, veil dan sejenisnya baik berbahan rajutan atau kaitan maupun bukan.

Adapun pemerintah juga memberlakukan ketentuan pengecualian pengenaan tambahan tarif untuk beberapa jenis syal, scarf, muffler, mantilla, veil dan sejenisnya baik berbahan rajutan atau kaitan maupun bukan. Ini khusunsya yang diimpor dari 122 negara yang ditetapkan.  Namun, Cina dan Amerika Serikat tidak termasuk dalam daftar tersebut.

Beleid baru ini resmi berlaku 21 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 22 Oktober atau sejak 12 November yang lalu. Adapun PMK ini ditetapkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani tertanggal 21 Oktober dan diundangkan sehari setelahnya.

Investigasi KPPI

Dalam belied tersebut dijelaskan bahwa pengenaan tarif bea masuk tambahan ini diberlakuakan untuk merespon temuan dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Adapun investigasi tersebut menemukan adanya lonjakan jumlah impor produk pakian dan aksesorinya.

Penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan atas lonjakan jumlah impor itu sudah dimulai sejak 1 Oktober tahun lalu. Permohonan penyelidikan diajukan langsung oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) pada 9 September 2020.

"Dari bukti awal permohonan yang diajukan API, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang pakaian dan aksesoriapakaian, " ujar Ketua KPPI Mardjoko dalam keterangan resminya yang dikutip Katadata.co.id, Senin (15/11).

Selain itu, menurut Marjoko terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan jumlah impor barang tersebut. Kerugian serius ini terlihat dari beberapa indikator kinerja industri pakaian dan aksesori dalam negeri sepanjang 2017-2019.

Ia menyebutkan, indikatornya antara lain terlihat dari penurunan keuntungan secara terus menerus akibat penurunan volume produksi dan volume penjualan domestik, meningkatnya volume persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual. Kapasitas terpakai juga turun, jumlah tenaga kerja juga berkurang, serta menurunnya pangsa pasar dalam negeri.

Berdasarkan dokumen bukti awal permohonan penyelidikan, volume impor pakaian dan aksesori terus meningkat selama 2017-2019. Pada tahun 2017 jumlah impornya 47.926 ton, kemudian menjadi 51.815 ton pada tahun 2018, dan 55.214 ton pada tahun 2019.

Adapun negara asal impor pakaian tersebut mayoritas dari Cina sebanyak 79,29% dari total volume impor tahun 2019. Kemudian disusul Banglades 5,74%, Vietnam 3,41% dan Singapura 3,03%.

Reporter: Abdul Azis Said