Sri Mulyani Tak Pungut Pajak Laptop dan Ponsel Karyawan, CEO Bisa Kena

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan mengenakan pajak penghasilan atas natura yang diterima oleh para pekerja pada segmen tertentu.
Penulis: Agustiyanti
19/11/2021, 16.13 WIB

Pemerintah akan mengenakan pajak atas natura atau tunjangan bukan uang yang diterima pekerja sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan fasilitas kantor berupa laptop dan ponsel tak termasuk bagian dari natura yang akan dikenakan pajak oleh pemerintah. 

"Kami akan memberlakukan treshold tertentu. Jadi kalau pekerja dapat fasilitas laptop, masa iya kami pajaki? Kan tidak begitu," ujar Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi UU HPP, Jumat (19/11). 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, pemerintah akan mengenakan pajak penghasilan atas natura yang diterima oleh para pekerja pada segmen tertentu. Kebijakan baru perpajakan ini sebenarnya ditempuh untuk memberikan asas keadilan, sehingga tak semua fasilitas pegawai akan dikenakan pajak.

Sri Mulyani sempat mencontohkan seorang CEO atau direktur utama sebuah perusahaan yang biasanya memiliki beragam fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. "CEO biasanya kan fringe benefit (tambahan kompensasi) banyak sekali. Tapi kalau pekerja biasa mendapat fasilitas ponsel, masa iya kami pajaki," ujarnya. 

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal sebelumnya menjelaskan, natura selama ini bukan merupakan objek pajak bagi orang pribadi, tetapi juga tidak menjadi pengurang pajak atau beban bagi perusahaan. Namun, menurut dia, perkembangan pajak korporasi yang kini tak lagi progresif membuat aturan ini merugikan pemerintah. 

“Dulu tarif pajak orang pribadi dengan badan hampir sama. Sekarang ini berbeda, dan sebagian yang menerima natura ini mungkin masuk ke kelompok tarif 35%,” ujar Yon dalam Media Gatherting Ditjen Pajak di Denpasar, Rabu (3/11). 

Pemerintah dalam UU HPP menetapkan tarif pajak badan sebesar 22% yang berlaku mulai tahun depan dan seterusnya. Sementara pajak orang pribadi dibagi dalam lima golongan tarif, sebagai berikut:

Yon juga menjelaskan, perubahan ketentuan ini hanya berlaku untuk penghasilan kena pajak bukan penghasilan secara keseluruhan. Hal ini karena pemerintah juga memberlakukan ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga perhitungan pajaknya perlu lebih dulu mengurangi penghasilan dengan batas PTKP yang berlaku.

Ketentuan PTKP yang dimaksud antara lain, orang pribadi lajang penghasilan Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, tambahan Rp 4,5 juta diberikan untuk orang pribadi yang sudah menikah, dan tambahan 4,5 juta jika terdapat tanggungan maksimal tiga orang. Aturan PTKP ini tidak berubah dari aturan sebelumnya.

Adapun Yon mencontohkan, natura yang dapat menjadi perhitungan pajak penghasilan adalah tunjangan mobil dan rumah yang diperoleh karyawan hingga direksi. Menurut dia, tak sedikit pula pengusaha yang mendapatkan fasilitas natura dari beberapa perusahaan miliknya yang selama ini tak tercantum sebagai penghasilan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunannya. 

“Nanti akan dihitung, misalnya dia mendapatkan fasilitas mobil atau rumah, berapa sewa seharusnya dan biaya penggantian sawajarnya. Ini akan jadi sisi penghasilan bagi orang pribadi dan beban bagi perusahaan,” kata dia.

Di sisi lain, UU HPP juga mengatur natura yang tak termasuk dalam objek pajak atau tetap mendapatkan pembebasan, yakni: 

  1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan atau minuman bagi seluruh pegawai Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu.
  2. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan.
  3. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. 
  4. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;