Bank Indonesia (BI) memperkirakan penyaluran kredit perbankan akan tumbuh 8% pada tahun depan, membaik dibandingkan tahun ini. Optimisme ini sejalan dengan keputusan bank sentral untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunga acuan dan mendorong penurunan lebih lanjut pada suku bunga kredit perbankan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penyaluran kredit saat ini relatif kondusif. Berdasarkan data hingga Oktober, penyaluran kredit tumbuh 3% secara tahunan, sedangkan dana pihak ketiga naik 9,6%. Pertumbuhan kredit didorong oleh suku bunga yang rendah, likuiditas perbankan yang melimpah, serta syarat penyaluran kredit yang membaik.
"Likuditas melimpah, dana pihak ketiga dan kredit akan tumbuh masing-masing 7%-9% dan 6%-8% pada 2022," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pidatonya di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Rabu (24/11).
Perry melihat terdapat beberapa sektor yang saat ini sudah siap kembali menarik kredit seiring mulai dibukanya ekonomi. Sektor tersebut antara lain, perkebunan, kimia-farmasi, hortikultural, tanaman pangan dan pengolahan tembakau, makanan dan minuman, kayu dan furnitur, kertas, serta pertambangan bijih logam.
"Tapi sektor-sektor yang lain perlu stimulus, insentif pajak, penjaminan kreidt dan subsidi bunga, pelonggaran kebijakan makroprudensial dari BI, dan perpanjangan restrukturisasi kredit dari OJK," kata Perry.
Perry menjelaskan, OJK telah memperpanjang restrukturisasi kredit dua kali yang berlaku hingga Maret 2023. Pertimbangan utama kebijakan ini adalah untuk menjaga momentum pemulihan dan mitigasi masih tingginya risiko pandemi Covid-19.
Sementara itu, BI juga akan mempertahankan kebijakan makroprudensial pada tahun depan. Hal ini untuk mendorong kredit perbankan di sektor-sektor prioritas. BI mempertahankan penyangga likuiditas makroprudensial (LPM) sebesar 6% pada tahun depan, rasio intermediasi makroproprudensial (RIM) sebesar 84%-94%, serta countercyclical capital buffer (CCB) seebsar 0%.
Perry menyebut pihaknya juga memiliki Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) untuk mendorong kredit. Melalui instrumen terakhir ini, BI mewajibkan perbankan untuk meningkatkan penyaluran kreditnya kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar 20% pada akhir Juni 2022, 25% pada 2023 dan 30% pada 2024.
Sementara dari sisi moneter, Perry mengatakan pihaknya akan fokus pada penurunan lebih lanjut suku bunga kredit perbankan, seiring bunga acuan yang masih ditahan rendah. Keberadaan likuditas perbankan yang melimpah juga akan diturunkan secara perlahan. Hal ini agar tidak menganggu kemampuan perbankan menyalurkan kredit.
"Kebijakan suku bunga rendah sekarang 3,5% akan tetap kami pertahankan sampai terdapat tanda-tanda awal kenaikan inflasi," kata Perry.
Di pasar kredit, bunga acuan yang masih ditahan rendah mendorong penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan yang terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru. SBDK pada September tercatat 8,75%, sedangakn suku bunga kredit baru sebesar 9,06%.
Perry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan edisi November mengatakan, aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan. Hal ini berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru.
"Bank Indonesia terus mendorong perbankan untuk melanjutkan penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan kredit kepada dunia usaha," kata Perry pekan lalu.