Harga-harga barang dan jasa di dalam negeri masih terpantau rendah sekalipun gejolak inflasi terjadi di banyak negara dunia. Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperingatkan adanya potensi kenaikan harga barang dan jasa mendekati akhir tahun.
"Kita harus tetap mewaspadai inflasi di Indonesia, meski saat ini masih pada level terkendali dan rendah," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi November, Kamis (25/11).
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober mencatatkan inflasi 0,12% secara bulanan dan 1,66% secara tahunan. Sekalipun masih rendah, Sri Mulyani menilai perlu mengantisipasi momentum libur Hari Raya Natal dan tahun Baru (Nataru) yang biasanya akan mendorong konsumsi masyarakat.
Selain itu, Covid-19 yang semakin terkendali mendorong pelonggaran mobilitas yang sudah diberlakukan sejak akhr Agustus lalu. Kondisi ini juga dapat mendongkrak daya beli. Hal ini sudah terlihat dari inflasi yang semakin kuat memasuki Oktober, setelah pada bulan sebelumya deflasi 0,04%.
Dalam paparannya, Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia juga perlu mewaspadai transmisi dari inflasi global atau imported inflation. Hal ini sebetulnya telah beberapa kali diperingatkan oleh ekonom, terutama karena inflasi tinggi juga tengah terjadi di Cina, negara eksportir utama Indonesia.
Sekalipun inflasi di tingkat konsumen Cina masih terpantau rendah, terjadi kenaikan harga-harga di sisi produksi. Indeks Harga Produsen (PPI) di Cina pada Oktober melesat dengan inflasi 13,5%, tertinggi dalam 26 tahun terakhir. PPI ini mencerminkan harga-harga di tingkat produsen atau harga saat barang-barang keluar dari pabrik.
Selain Cina, inflasi juga memanas di sebagian besar negara maju dan berkembang lainnya. Inflasi di AS tercatat 6,2% secara tahunan, tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Beberapa negara tetangg di ASEAN juga mulai mencatat kenaikan, Thailand inflasi 2,4% Fi;ipina 4,6% dan Singapura 2,5%. Beberapa negara berkembang seperti Argentina bahkan mencatat inflasi hingga 52,1% dan Turki 19,9%.
Sri Mulyani menyebut tanda-tanda kenaikan inflasi ini mulai terlihat dari beberapa kelompok pengeluaran dalam komponen inflasi inti. Harga untuk pakaian dan alas kaki mencatat kenaikan sekalipun masih rendah dengan inflasi 1,39% pada bulan lalu. Rekreasi dan Budaya juga naik dengan inflasi 0,88%, harga-harga perlengkapan rutin rumah tangga naik dengan inflasi 2,21%. Penyedia makanan dan minuman atau restoran inflasi 2,6%.
Kelompok pengeluaran lainnya yang juga inflasi seperti kesehatan sebesar 2,01%, oendidikan 1,72%, perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,54$ dan informasi dan komunias serta jasa keuangan yang inflasi 0,04%.
"Kita harus melihat seluruh komponen inflasi apakah ada potensi kenaikan pada saat pemulihan ekonomi sisi permintan akan mengalami kenaikan, menjelang akhir tahun dan juga karena Covid-19 yang terkendali," kata Sri Mulyani.
Bank Indonesia sendiri memperkirakan inflasi tahun ini masih akan terkendali rendah di kisaran target 2%-4%. Inflasi diperkirakan tidak akan banyak berubah pada tahun depan dengan target di kisaran yang sama.
Kendati demikian, inflas di dua bulan terakhir ini tampaknya akan menguat. Setelah inflasi 0,12% secara bulana pada Oktober, BI memperkirakan inflasi November melesat hingga 0,31%. Berdasarkan pemantauan minggu ketiga bank sentral, kenaikan pada harga-harga didorong lonjakan pada harga minyak goreng, telur ayam ras dan cabai rawit.