Pembiayaan Utang Anjlok 32%, Sri Mulyani Sebut APBN Berangsur Pulih

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Penerbitan SBN hingga Oktober 2021 mencapai Rp 668,7 triliun atau 55,4% dari target tahun ini.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
25/11/2021, 19.57 WIB

Kementerian Keuangan melaporkan realisasi pembiayaan utang sepanjang tahun ini hingga Oktober mencapai Rp 645,8 triliun, turun 32,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai kinerja ini menunjukkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berangsur pulih.

"Dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 943,5 triliun, ini merupakan penurunan yang sangat tajam. Kita masih dalam situasi Covid-19 tapi sudah bisa menurunkan pembiayaan utang yang signifikan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi November, Kamis (25/11).

Realisasi pembiayaan utang ini juga baru mencapai 54,9% dari target tahun ini Rp 1.177,4 triliun. Pembiayaan utang dipenuhi melalui dua skema, yakni penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman. Sri Mulyani menjelaskan, penarikan utang melalui kedua skema tersebut tercatat turun. 

Penerbitan SBN hingga Oktober 2021 mencapai Rp 668,7 triliun atau 55,4% dari target tahun ini. Realisasi ini turun 29,1% dari tahun lalu.

Sri Mulyani mengatakan, penerbitan SBN baik melalui mekanisme lelang maupun SBN ritel sudah dihentikan sejak awal November. Kebijakan ini karena beberapa alasan. Pertama, membaiknya proyeksi outlook APBN. Defisit tahun ini kemungkinan akan lebih kecil, mengingat hingga bulan kesepuluh realisaisnya baru mencapai Rp 548,9 triliun atau 54,5% dari target tahun ini.

Kedua, optimalisasi dari penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL). Ketiga, adanya kerja sama dengan bank sentral melalui SKB III. Adapun melalui kerja sama itu Bank Indonesia akan membeli Rp 215 triliun surat utang pemerintah. Pembelian dilakukan bulan ini dan bulan depan.

Pada saat yang sama, penarikan pinjaman juga anjlok tercatat negatif Rp 22,9 triliun. Ini berarti pembayaran pinjaman lebih besar dibandingkan penarikan yang dilakukan oleh pemerintah. Kinerja ini anjlok 278,5% dibandingkan tahun lalu yang mencatat terdapat positif Rp 12,8 triliun.

"Konsolidasi dan kebijakan fiskal yang sangat prudent, makanya Fitch Ratings juga menggarisbawahi bahwa APBN kita mulai menunjukkan adanya penyehatan," kata Sri Mulyani.

Adapun posisi utang pemerintah hingga akhir September 2021 bertambah Rp 86,09 triliun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi Rp 6.711,52 triliun hingga akhir September 2021. Utang pemerintah ini setara Rp 41,38% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Komposisi utang pemerintah masih didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5.887,67 triliun atau 88% terhadap total utang pemerintah. Kemudian terdapat utang Rp 823,85 triliun atau 12% yang berbentuk pinjaman.

Sekalipun pembiayaan utang direm, Sri Mulyani mengungkap pembiayaan untuk investasi melonjak 234,1% dari  capaian tahun lalu. Pembiayaan investasi hingga Oktober mencapai Rp 96,7 triliun.

"Ini karena berbagai anggaran kita dipakai untuk melakukan investasi, baik itu di BUMN yang diharapkan semakin sehat, serta Badan Layanan Umum dana abadi," kata Sri Mulyani.

Adapun realisasi pembiayaan investasi tersebut sebagian besar kepada LPDP dan BPUI yang sama-sama memperoleh suntikan pendanaan Rp 20 triliun. Adapun BUMN yang memperoleh injeksi jumbo sepanjang tahun ini antara lain PT Hutama Karya sebesar Rp 6,21 triliun dan PT PLN sebesar Rp 5 triliun.

Reporter: Abdul Azis Said