Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membidik aset negara Rp 1.000 triliun di Jakarta yang akan dioptimalkan guna memperoleh pembiayaan untuk ibu kota baru di Kalimantan Timur. Kementerian memastikan aset-aset ini di bawah pemerintah pusat (pempus).
"Aset milik pempus yang berada di DKI Jakarta dapat dioptimalkan (melalui sewa dan lainnya). Ini bisa menjadi dukungan pembiayaan IKN baru. Jadi bukan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ya, aman," tulis Prastowo melalui akun Twitter @prastow, dikutip Selasa (30/11).
Dia mengatakan, rencana pemanfaatan aset negara itu sebagai langkah antisipatif pemerintah. Ini menjadi salah satu strategi pembiayaan ibu kota baru sekalipun regulasi terkait proyek ini belum ada.
Prastowo menjelaskan hal itu setelah ada kritikan dari Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid. Hidayat meminta pemerintah fokus kepada urusan lain seperti penanganan Covid-19, khususnya di tengah ancaman varian baru Omicron.
"Padahal UU yang mengesahkan pemindahan ibu kota belum ada, kok sudah membicarakan penggunaan aset-aset di DKI? Seharusnya pemerintah fokus melaksanakan Keputusan MK, koreksi RUU Cipta Kerja," kata Hidayat melalui akun Twitter @hnurwahid.
Aturan proyek ibu kota baru memang masih digodok oleh anggota DPR. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) kepada DPR akhir September lalu.
Itu menandakan bahwa pemerintah masih akan melanjutkan proyek IKN sekalipun pandemi corona belum usai.
Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022, pembangunan ibu kota baru sudah masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun depan. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 510,79 miliar untuk mendukung pembangunan tersebut..
Sedangkan rencana penggunaan aset negara untuk membiayai proyek ibu kota baru pertama kali diungkapkan oleh Direktur Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Encep Sudarwan pada akhir pekan lalu.
Encep mengungkapkan bahwa total aset negara RP 11.098 triliun. Sebanyak Rp 1.000 triliun di antaranya berada di DKI Jakarta.
Aset-aset negara yang berada di Jakarta itu berupa tanah dan gedung-gedung perkantoran. Para pejabat dan pegawai khususnya di lingkungan pempus akan ikut pindah ke ibu kota baru, sehingga kantor-kantor kementerian dan lembaga berpotensi sepi.
"Aset yang di Jakarta itu kami optimalkan supaya bisa mendapatkan dana untuk pembangunan di Ibu kota baru. Tidak selalu dijual, bisa juga kami kerja sama dengan diberi waktu 30 tahun atau beberapa tahun. Nanti uangnya digunakan di sana (IKN)," kata Encep dalam diskusi dengan media, Jumat (26/11).
Namun, Encep mengungkap bahwa Kemenkeu masih memilah aset mana saja yang akan dimanfaatkan. Pemerintah tidak ingin terburu-buru untuk merealisasikan rencana ini, termasuk melakukan fire sale atau menurunkan harga untuk memperoleh dana dengan cepat.
"Kami harus mengatur. Kalau buru-buru seolah butuh uang, malah harganya rendah. Jadi kami tidak mau menganggu market, melihat pengoptimalannya seperti apa," kata dia.
Pada 2019, Jokowi mengungkapkan bahwa butuh Rp 466 triliun untuk memindahkan ibu kota baru ke Kalimantan Timur. Sebanyak 19% dari kebutuhan ini akan menggunakan APBN, dukungan swasta Rp 120 triliun, dan sisanya melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan USaha (KPBU).