Kemenkeu Sebut PPKM Level 3 akan Menahan Lonjakan Inflasi Akhir Tahun

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.
Pedagang menyiram air ke ikan yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (2/6/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
6/12/2021, 09.22 WIB

Inflasi diperkirakan akan menanjak seiring periode musiman di akhir tahun. Kendati demikian, langkah pemerintah menghapuskan beberapa hari libur dan penerapan PPKM level 3 sehari sebelum Natal hingga memasuki tahun baru 2022 (Nataru) diperkirakan akan menahan kenaikan harga-harga.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan inflasi akan tetap naik tetapi secara bertahap. Ini terutama didorong pelonggaran PPKM dan momentum Natal dan tahun baru (Nataru) yang mengerek konsumsi masyarakat

"Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi diperkirakan akan relatif minimal seiring dengan kebijakan Pemerintah menghapus libur Nataru serta penerapan kebijakan pengetatan PPKM di seluruh wilayah Indonesia,” kata Febrio dalam keterangan resminya seperti dikutip Senin (6/12).

Pemerintah menghapus cuti bersama 24 Desember sebagai upaya menekan mobilitas di musim libur Nataru. Selain itu, pemerintah juga akan kembali menerapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah mulai 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022.

Peningkatan mobilitas sudah terjadi beberapa bulan terakhir. Ini kemudian ikut mendorong kenaikan harga-harga yang mulai terlihat sejak Oktober dengan inflasi sebesar 0,12% secara month-to-month (mtm). Ini merupakan pembalikan setelah bulan sebelumnya deflasi 0,04%. Kenaikan harga berlanjut di November dengan inflasi 0,37%.

Febrio mengatakan, kenaikan inflasi bulan lalu terutama dipengaruhi peningkatan pada komponen inti. Dengan demikian inflasi Nobember menunjukkan adanya peningkatan konsumsi masyarakat sebagai imbas pelonggaran mobilitas.

Adapun inflasi inti sebesar 0,17% secara mtm, naik dari 0,07% dari bulan sebelumnya. Secara tahunan juga naik dari 1,33% pada Oktober 2021, menjadi 1,44% bulan lalu.

"Naiknya mobilitas masyarakat pascakebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum," kata Febrio.

Harga diatur pemerintah juga naik secara tahunan menjadi 1,69% dari 1,47%. Ini didorong kenaikan tarif angkutan udara yang juga dipengaruhi semakin banyak masyarakat yang bepergian. Selain itu pendorongnya juga berasal dari kenaikan harga rokok kretek filter.

Sementara inflasi harga bergejolak secara tahunan melambat dari 3,16% menjadi 3,05%. Namun secara bulanan melonjak sebesar 1,19% secara mtm dari 0,07% pada bulan sebelumnya. Ini bukan hanya dipengaruhi meningkatnya permintaan, tetapi juga karena masuknya musim penghujan, serta kenaika harga komoditas global.

"Selain itu, tekanan harga di tingkat produsen diperkirakan mulai diteruskan pada harga konsumen meskipun masih terbatas," kata Febrio.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya juga memperingatkan adanya potensi lompatan inflasi di akhir tahun seiring periode musiman Nataru. Kenaikan juga didorong membaiknya konsumsi masyarakat akibat pelonggaran PPKM.

Selain itu, Sri Mulyani juga mewaspadai transmisi dari inflasi global atau imported inflation. Hal ini sebetulnya telah beberapa kali diperingatkan oleh ekonom, terutama karena inflasi tinggi juga tengah terjadi di Cina dan Amerika Serikat, dua negara eksportir utama Indonesia.

"Kita harus tetap mewaspadai inflasi di Indonesia, meski saat ini masih pada level terkendali dan rendah," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi November, Kamis (25/11).

Sementara itu, Bank Indonesia memastikan bahwa inflasi sampai akhir tahun masih akan rendah sekalipun menunjukkan kenaikan. Inflasi diperkirakan akan berada di bawah target BI di kisaran 2-4%. Berdasarkan pemantauan hingga minggu pertama Desember, inflasi tahun 2021 diperkirakan hanya 1,55%, sedangkan prediksi Kementerian Keuangan 1,9%.

Reporter: Abdul Azis Said