Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) hari ini, Selasa (7/12). Beleid baru ini mengubah sejumlah ketentuan anggaran daerah, mulai dari alokasi transfer ke daerah hingga penyederhanaan ketentuan pajak dan retribusi daerah.
"Kami menayakan kepada setiap fraksi, apakah RUU HKPD dapat disetujuai menjadi UU?," tanya Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-10 Masa Persidangan II Tahun 2021-2022, Selasa (7/12).
Sejumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang itu kompak menyahut setuju. Adapun kesepakatan di Rapat Paripurna DPR RI hari ini merupakan lanjutan dari kesepakatan di tingkat I antara Komisi XI DPR RI bersama pemerintah yang digelar akhir bulan lalu.
Dari hasil kesepakatan tersebut, beleid baru ini berisi 12 bab dan 193 pasal. Terdapat beberapa perubahan yang disepakati dalam aturan ini, antara lain penyederhanaan pajak dan retribusi daerah, mekanisme transfer ke daerah, pengelolaan belanja daerah hingga pengelolaan utang daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam raker dengan Komisi XI bulan lalu mengungkap bahwa RUU HKPD sedikitnya memiliki empat poin utama. Pertama, perbaikan dari sisi transfer ke daerah serta pembiayaan daerah. Terdapat perubahan pada alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Penyalurannya akan disesuaikan dengan basis kinerja.
Melalui RUU ini, Sri Mulyani juga mengatur ketentuan mengenai pembiayaan daerah. Adapun terdapat tiga lapisan bagi daerah untuk memperoleh izin pembiayaan dalam beleid ini, yakni penerbitan izin dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PPN/Bappenas.
Kedua, reformasi perpajakan dan retribusi daerah (PDRD). RUU HKPD mengatur terkait penyederhanaan jenis pajak dan retribusi daerah, serta pangurangan biaya administrasi pemungutan. Sri Mulyani menyebut, pajak daerah dipangkas dari 16 jenis menjadi 14, begitu juga retribusi yang dikurangi dari 32 jenis menjadi 18 jenis.
"Jumlah retribusi dan pajak yang lebih kecil tidak berarti penerimaan daerah turun, justru menurut exercise kami, pendapatan asli daerah dari pemerintah terutama kabupaten kota bisa meningkat hingga 50% menggunakan baseline 2020," kata dia dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Selasa (23/11).
Ketiga, peningkatan kualitas belanja daerah. Beleid baru ini mengharuskan daerah memiliki kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran yang terpadu dan belanja yang berbasis kinerja. Bagian ini juga akan mengatur simplifikasi program di daerah.
Keempat, harmonisasi fiskal nasional antara keuangan pusat dan daerah. Pemda diminta untuk menyusun program pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhannya, terutama terkait pemenuhan pelayanan dasar publik.
Mayoritas fraksi menyatakan menerima RUU HKPD menjadi Undang-Undang, kecuali fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam rapat pengambilan keputusan di Komisi XI akhir bulan lalu, fraksi PKS mengungkap sejumlah poin keberatannya terkait beleid baru ini.
Perwakilan Fraksi PKS Anis Byarwati di depan anggota Komisi XI DPR RI dan perwakilan pemerintahan yakni Kementerian Keuangan menolak poin-poin dalam RUU HKPD. Ia menilai terdapat pasal dalam RUU HKPD yang berpeluang mendorong pemerintah daerah berutang lebih banyak, sehingga akan membebankan keuangan negara.
"Pada gilirannya pembiayaan dengan obligasi daerah akan meningkatkan utang pemerintah secara keseluruhan sehingga akan meningkatkan beban negara yang akan ditanggung anak cucu kita," kata Anis saat hadir dalam rapat yang sama dengan Sri Mulyani bulan lalu.
Selain perkara utang, keberatan lain yang disampaikan Anis yakni potensi adanya resentralisasi yang kemudian berpotensi merenggut kewenangan daerah atas otonomi daerah. Ini kata dia terlihat dari poin-poin dalam RUU HKPD yang memungkinkan pemerintah pusat mengintervensi fiskal daerah sekalipun dalam situasi krisis. Ketentuan ini dinilai membuat daerah tidak bebas dalam mengelola fiskalnya.