Impor Melesat Jelang Natal, Surplus Neraca Dagang Turun jadi US$ 3,5 M
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada November 2021 surplus US$ 3,51 miliar, turun setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Oktober sebesar US$ 5,75 miliar. Penurunan surplus terutama terjadi akibat lonjakan impor bulan lalu yang mencapai 18,6% dibandingkan Oktober.
"Suplus US$ 3,51 miliar terjadi karena ekspor yang masih lebih tinggi dibandingkan impor," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam Konferensi Pers, Rabu (15/12).
Margo menjelaskan, impor pada bulan lalu mencapai US$ 19,32 miliar. Kinerja impor ini juga melesat dibandingkan November 2020 mencapai 52,62%. Impor migas mencapai US$ 3,03 miliar, melesat 59,37% secara bulanan atau 178,79% secara tahunan. Sedangkan impor nonmigas mencapai US$ 16,3 miliar, naik 13,25% secara bulanan atau 40,79% secara tahunan.
Kenaikan impor terutama terjadi dari Cina yang mencapai US$ 1,17 miliar, diikuti Korea Selatan US$ 271,1 juta, dan Amerika Serikat US$ 117,3 juta. "Impor terbesar kita dari Cina, yaitu mesin atau peralatan mesin dan bagiannya, serta produk farmasi," kata dia.
Sementara itu, penurunan terjadi pada impor dari Australia yang mencapai US$ 226,4 juta, disusul Ukraina US$ 166 juta, dan Swiss US$ 57,2 juta.
BPS mencatat, kenaikan ekspor terjadi pada seluruh jenis barang. Barang konsumsi naik paling tinggi pada bulan lalu mencapai 25,89% secara bulanan menjadi US$ 2 miliar. Barang modal juga melesat 25,17% menjadi US$ 3 miliar dan bahan baku/penolong US$ 16,41% menjadi US$ 14,33 miliar.
Adapun impor secara kumulatif pada Januari-November 2021 tercatat mencapai US$ 174,84 miliar, naik 37,53% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, BPS juga mencatat ekspor pada bulan lalu naik 3,69% dibandingkan November mencapai US$ 22,84 miliar. Meski naik secara bulanan lebih kecil dibandingkan impor, kinerja ekspor ini melesat 49,7% dibandingkan November 2020 dan berhasil memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah yang dicatatkan pada Oktober lalu US$ 22,03 miliar.
“Kinerja ekspor secara total selalu berada di atas tahun 2019 dan 2020. Harapannya, ekspor akan terus meningkat sehingga mendorong pemulihan ekonomi nasional,” ujar Margo.
Ekspor pada November juga berhasil meningkat meski kinerja ekspor ke Cina yang merupakan tujuan ekspor terbesar Indonesia mencatatkan penurunan. "Komoditas ekspor ke Cina yang turun cukup besar adalah besi dan baja, diikuti bahan bakar mineral," katanya.
Penurunan ekspor juga terjadi untuk tujuan Taiwan US$ 215,9 juta, Mesir US$ 129,5 juta, Bangladesh US$ 89,9 juta, dan Pakistan US$ 77,1 juta.
Sementara itu, kenaikan tertinggi tercatat untuk ekspor tujan Malaysia mencapai US$ 251,4 juta, Jepang US$ 230,4 juta, Amerika Serikat US$ 199,2 juta, Korea Selatan US$ 187,1 juta, dan Swiss US$ 153,5 juta.
Margo mencatat, kenaikan ekspor tertinggi untuk barang kode hs dua digit pada November dibandingkan Oktober, terjadi pada kelompok bahan bakar mineral yang mencapai US$ 211,3 juta,. Kenaikan juga terjadi pada ekspor logam mulia, perhiasan, dan pertama yang naik US$ 196,2 juta, mesin dan perlengkapan elektrik sebesar US$ 114,9 juta, karet US$ 114,3 juta, dan alas kaki US$ 110,4 juta.
Sementara penurunan ekspor paling besar terjadi pada kelompok barang lemak dan minyak hewan nabati yang mencapai US$ 811,4 juta atau 24,17% dibandingkan Oktober. "Negara tujuan yang mencatatkan penurunan ekspor komoditas ini terutama Mesir, India, dan Cina," kata dia.
Margo juga mencatat, ekspor secara kumulatif atau sepanjang Januari-November 2021 mencapai US$ 209,16 miliar, naik 42,62% dibandingkan periode yang sama tahun ini. Kinerja ini bahkan sudah jauh melampaui kinerja sepanjang tahun lalu yang mencapai US$ 163 miliar.
"Selama Januari-November 2021 terjadi surplus perdagangan US$ 34,32 miliar. Jadi surplusnya cukup besar, dibandingkan tahun lalu maupun tahun-tahun sebelumnya," ujar Margo,