Rupiah Melemah karena Isu Tapering Off AS Kembali Menguat

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa.
Karyawan menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
4/1/2022, 09.53 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,18% di level Rp 14.291 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pagi ini (4/1). Ini terjadi ketika imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS naik, seiring menguatnya isu tapering off.

Tapering off adalah pengurangan stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral, dalam hal ini The Fed.

Berdasarkan data Blomberg, rupiah bergerak ke Rp 14.306 pada Pukul 09.30 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.266 per dolar AS.

Yen Jepang juga terkoreksi 0,1%. Begitu pun won Korea Selatan 0,29%, peso Filipina 0,47%, yuan Cina 0,26%, ringgit Malaysia 0,23% dan bath Thaialnd 0,25%.

Sedangkan rupee India menguat 0,1% bersama dolar Taiwan 0,07%, dolar Singapura 0,04%, dan dolar Hong Kong 0,02%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah tertekan ke rentang Rp 14.230 – Rp 14.280 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah masih dipengaruhi sentimen eksternal, terutama terkait inflasi di Amerika.

"Rupiah mungkin masih melemah terhadap dolar AS hari ini dengan meningkatnya yield obligasi pemerintah AS," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (4/1).

Tingkat yield US Treasury tenor 10 tahun kembali naik di perdaganagn hari pertama 2022 yakni 1,62%. Ini merupakan yang tertinggi sejak 24 November 2021 di level 1,64%.

Ariston mengatakan, kenaikan yield US Treasury kemungkinan disebabkan oleh kembali meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap prospek inflasi di Amerika. "Kekhawatiran ini juga terkait ekspektasi kenaikan tingkat suku bunga acuan AS yang lebih cepat dari proyeksi," kata dia.

AS mencatatkan indeks harga konsumen mengalami inflasi 6,8% secara tahunan (year on year/yoy) pada November 2021. Ini tertinggi dalam empat dekade terakhir.

Data inflasi terbaru pada Desember baru akan dirilis pekan depan (12/1).

Dalam rapat Desember 2020, The Fed menunjukkan sinyal bahwa suku bunga bisa naik hingga tiga kali tahun ini. Ini dengan dua kali kenaikan pada 2023 dan dua lagi di 2024.

Di sisi lain, minat pasar terhadap aset berisiko juga terlihat meningkat. Indeks saham Asia terlihat bergerak positif pagi ini mengikuti penutupan positif indeks saham AS.

"Sentimen terhadap risiko yang meninggi ini bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah," kata Ariston.

Indeks Nikkei 225 Jepang menguat 1,41%. Begitu juga Hang Seng Hong Kong 0,13%, Nifty 50 India 1,57%, dan Taiex Taiwan 1,24%.

Sedangkan Shanghai SE Composite Cina melemah 0,3% bersama Kospi Korea Selatan 0,48%.

Penguatan itu menyusul kinerja positif indeks saham utama AS di penutupan semalam. Dow Jones Inuistrial menguat 0,68% bersama S&P 500 sebesar 0,64% dan Nasdaq Composite sebesar 1,2%.

Senada dengan Ariston, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah melemah ke kisaran Rp 14.243 – Rp 14.280 per dolar AS. Pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal.

Rully mengatakan, sentimen positif datang dari meningkatnya kepercayaan pasar terhadap prospek ekonomi global, khususnya di negara-negara maju.

"Di sisi lain, ada risiko volatilitas karena rencana pengurangan quantitative easing The Fed secara agresif bulan ini. Ini yang menyebabkan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun naik," kata Rully.

The Fed akan memulai percepatan tapering off mulai bulan ini. Tapering off yang semula dilakukan dengan mengurangi pembelian aset US$ 15 miliar per bulan, ditingkatkan menjadi US$ 30 miliar mulai Januari.

Dengan demikian, tapering off diperkirakan bisa berakhir lebih awal yakni Maret atau April 2022. Ini yang juga mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga lebih cepat kembali meningkat.

Reporter: Abdul Azis Said