Aksi borong aset di pasar keuangan domestik oleh investor asing mulai meningkat memasuki pekan kedua tahun 2022. Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing masuk Rp 8,65 triliun dalam sepekan terakhir.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi (BI) Erwin Haryono mencatat, terdapat beli neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6,22 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp 2,43 triliun.
"Berdasarkan data setelmen sejak awal tahun sampai 13 Januari, non-residen beli neto Rp 50 miliar di pasar SBN dan beli neto Rp 3,14 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/1).
BI turut mencatat tingkat premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun naik ke level 80,59 basis poin (bps) per 13 Januari 2022, lebih tinggi dari 76,97 bps pada akhir pekan lalu.
Sementara itu, yield SBN tenor 10 tahun mulai turun ke level 6,37% pada perdagangan hari ini. Penurunan juga pada yield US Treasury pada tenor yang sama ke level 1,7% pada perdagangan Kamis (13/1).
Peningkatan aliran modal asing sepekan terakhir ikut mendorong penguatan pada kurs garuda. Nilai tukar rupiah parkir di Rp 14.296 per dolar AS pada penutupan perdagangan pasar spot pekan ini. Ini menandakan penguatan 55 poin atau 0,4% dari posisi penutupan minggu lalu.
Pergerakan nilai tukar dalam sepekan terakhir dibayangi oleh sentimen global, terutama terkait rencana pengetatan moneter bank sentral Amerika, The Federal Reserve (The Fed). Rencana ini kembali diperkuat usai rilis data inflasi AS bulan Desember pada rabu dini hari (12/1) yang menunjukkan lonjakan ke rekor tertingginya dalam 40 tahun terakhir.
Penantian terhadap rilis data inflasi sempat mendorong pelemahan rupiah pada perdagangan Rabu ke level Rp 14.324 per dolar AS. Namun rupiah kemudian berbalik menguat sejak kemarin dan cenderung stabil dengan penurunan 1 poin pada hari ini.
Analis pasar uang Ariston Tjendra mengatakan penguatan rupiah pada perdagangan Kamis tampaknya dipengaruhi sikap pasar yang tidak terlalu reaktif usai rilis data inflasi.
"Kelihatannya pasar sudah mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga acuan AS yang dipercepat di bulan Maret sehingga rilis data inflasi konsisten AS yang tinggi tidak mendorong pelaku pasar mengambil posisi di dollar AS," kata dia kepada Katadata.co.id.
Seperti diketahui, The Fed memantau pergerakan inflasi sebagai pertimbangan utama untuk memperketat kebijakan moneternya. Namun, sebelum rilis data inflasi pada Rabu dini hari (12/1), The Fed sebelumnya sudah memberi sinyal rencana kenaikan bunga acuan lebih cepat tahun ini.
Berdasarkan notulen rapat pembuat kebijakan edisi Desember, petinggi bank sentral tetap pada rencananya untuk mempercepat tapering off kemudian bersiap menaikkan bunga acuan. Pasar kemudian bereaksi dan mulai bertaruh bahwa fed funds rate kemungkinan bisa naik tiga bahkan empat kali tahun ini.
Sementara itu, dari dalam negeri, dampak larangan ekspor batu bara terhadap rupiah sepanjang pekan lalu tampaknya mulai mereda. Keputusan pemerintah untuk kembali membuka keran pengiriman batu bara ke luar negeri disebut berdampak positif ke rupiah.
"Ekspor ini menambah dukungan ke surplus neraca perdagangan RI yang bisa meningkatkan suplai dollar AS sehingga nilai tukar rupiah bisa bertahan terhadap dollar AS," kata Ariston.
Pemerintah kembali membuka keran ekspor batu bara secara bertahap mulai Rabu malam (12/1). Melalui pembukaan bertahap tersebut, pemerintah telah memberi izin berlayar untuk 37 kapal dari 21 perusahaan. Meski demikian, pemerintah belum sepenuhnya mencabut larangan ekspor yang berlaku hingga akhir bulan ini.