Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah sampai akhir tahun 2021 menyentuh Rp 6.908,87 triliun.
Nilai tersebut bertambah Rp 195 triliun atau kenaikan 3% dari November 2021, serta meningkat 14% dibandingkan akhir tahun 2020.
"Dengan asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2021 sebesar Rp 16.850,20 triliun, rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi sebesar 41%," tulis dalam laporan APBN KITA edisi Januari 2022 dikutip Senin (17/1).
Pada tahun 2020, rasio utang masih tercatat sekitar 33% terhadap PDB.
Adapun utang pemerintah dibagi atas dua jenis, utang berbentuk Surat Berharga Negara (SBN) serta pinjaman.
Utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,15% dari seluruh komposisi utang akhir tahun 2021.
Sementara berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik atau rupiah, sekitar 70%.
Kementerian Keuangan menilai, dengan kondisi tersebut menunjukkan pengelolaan utang pemerintah mengutamakan utang yang bersumber dari dalam negeri, sementara sumber utang luar negeri sebagai pelengkap.
Selain itu, peningkatan komposisi SBN untuk mendukung optimalisasi peran serta masyarakat mewujudkan pendalaman pasar SBN domestik, melalui penjualan SBN retail.
Adapun utang pemerintah berbentuk SBN hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 6.090,31 triliun atau bertambah Rp 200 triliun dari bulan sebelumnya.
Adapun utang berbentuk SBN terdiri atas SBN domestik sebesar Rp 4.822,87 triliun dan SBN valas sebesar Rp 1.267,44 triliun.
Peningkatan nilai utang pemerintah berbentuk SBN terutama karena adanya penambahan Rp 207,91 triliun dalam sebulan pada utang SBN domestik, sementara SBN valas berkurang Rp 7,3 triliun.
Peningkatan pada SBN domestik ini tampaknya tidak lepas dari realisasi dari Surat Keputusan Bersama (SKB) III pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Pada 29 Desember 2021, pemerintah menerbitkan empat seri Surat Utang Negara (SUN) dengan total Rp 157 triliun melalui private placement kepada BI.
Ini merupakan kelanjutan dari rencana pembelian Rp 215 triliun obligasi pemerintah oleh BI sepanjang tahun lalu.
Lebih lanjut, pemerintah juga memiliki utang berbentuk pinjaman sebesar Rp 818,56 triliun atau 11,85% dari total utang akhir tahun lalu.
Pinjaman pemerintah ini menyusut Rp 4,95 triliun dari bulan sebelumnya.
Pinjaman pemerintah terdiri atas pinjaman dalam negeri sebesar Rp 13,25 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 805,31 triliun.
Pinjaman luar negeri ini dari tiga sumber, pinjaman bilateral Rp 296,14 triliun, pinjaman multilateral Rp 466,83 triliun dan pinjaman dari bank komersial Rp 42,34 triliun.
Kendati jumlahnya terus membengkak, Kementerian Keuangan memastikan bahwa pengelolaan utang dilakukan secara prudent, fleksibel dan oportunistik untuk mendukung pembiayaan APBN yang efisien dengan risiko terkendali.
Selain itu, pemerintah juga merumuskan strategi pembiayaan utang jangka menengah (SPUJM) dan strategi jangka pendek melalui strategi pembiayaan tahunan melalui utang (SPT).
"Utang pemerintah bagaikan pedang bermata dua. Jika dikelola dengan baik dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi jika tidak dikelola dengan baik akan berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah," tulis Kemenkeu.