Sri Mulyani Pamer Kenaikan Utang RI Lebih Rendah dari Malaysia & Cina

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tingkat defisit anggaran Indonesia lebih baik dibandingkan Malaysia yang mencapai 11,1%, Thailand 11,6%, FIlipina 13,4%, Arab Saudi 14,4%, Cina 18,7%, Afrika Selatan 19,3%, Brazil 19,5% dan India yang melompat 24%.
Penulis: Agustiyanti
27/1/2022, 14.11 WIB

Hampir seluruh negara mengalami lonjakan utang selama pandemi Covid-19, termasuk Indonesia. Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, kenaikan utang Indonesia lebih terkendali dibandingkan sejumlah negara emerging market lainnya, seperti Malaysia dan Cina.

"Tingkat utang dari negara emerging market memang mengalami kenaikan. Kenaikan utang dalam tahun 2020 ke 2021 dibandingkan level Pre-covid-19 dalam hal ini Indonesia naik 10,8%," kata Sri Mulyani dalam Rapat Komisi XI DPR RI dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (27/1).

Bendahara negara ini membandingkan kenaikan utang pemerintah Indonesia dengan beberapa negara lainnya. Kenaikan Utang Indonesia, menurut Sri Mulyani,  lebih rendah dibandingkan Malaysia sebesar 13,6%, Cina 11,8%, Thailand 17%, Afrika Selatan 12,5%, India 16,5% bahkan dengan Filipina yang melesat 22,1%. Namun demikian, ia juga menyebut, kenaikan utang Indonesia jauh di atas Brasil yang hanya naik 2,9%, Vietnam 4,3%, Arab Saudi 6,9%. Meksiko 6,5% dan Rusia 4,1%.

Kenaikan utang di sejumlah negara tersebut terutama karena realisasi defisit anggarannya yang meningkat. Akumulasi defisit Indonesia selama dua tahun pandemi mencapai 10,8% terhadap produk Domestik Bruto (PDB).

Sri Mulyani mengatakan, tingkat defisit anggaran Indonesia ini lebih baik dibandingkan Malaysia yang mencapai 11,1%, Thailand 11,6%, FIlipina 13,4%, Arab Saudi 14,4%, Cina 18,7%, Afrika Selatan 19,3%, Brasil 19,5% dan India mencapai 24%. Namun, terdapat beberapa negara yang memiliki kinerja defisit anggaran lebih baik dibandingkan Indonesia antara lain, Rusia hanya naik 4,6%, Vietnam 8,6% dan Meksiko 8,7%

"Bisa dibayangkan konsolidasi fiskal dari negara-negara yang countercyclical-nya luar biasa dalam akan jauh lebih berat, apalagi dilihat ekonominya juga belum pulih ke level sebelum Covid-19, ini tentu makin memperberat mereka dalam mengkonsolidasi fiskalnya," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyebut, tekanan untuk bisa pulih lebih berat bagi sejumlah negara yang defisitnya lebih dalam dari Indonesia sementara perekonomiannya belum kembali ke level pandemi. "Indonesia termasuk dari sedikit negara yg telah mencapai PDB Riil ke level sebelum Covid-19, berarti sudah di atas 100%," kata Sri Mulyani.

Indeks PDB Riil Indonesia pada tahun 2021 sebesar 101,1% terhadap tahun 2019. Selain Indonesia, menurut Sri Mulyani, terdapat beberapa negara emerging lain yang sudah pulih ekonominya, yakni Cina 110,5%, Vietnam 104,9% Rusia 101,1% dan Brazil 100,5%.

Di sisi lain, banyak negara yang perekonomiannya belum pulih, seperti India yang indeks PDB Riilnya masih 98,7% terhadap 2019, Afrika Selatan 98%, Arab Saudi 97,7%, Malaysia 96,4%, Meksiko 96,3%, Thailand 94,4% dan Filipina 94,3%.

"Ini suatu cara untuk  melihat apakah desain kebijakan dan langkah yang kita lakukan relatif bekerja secara cukup baik dan efektif untuk attack masalah covid-19nya dan eksesnya dari sisi perekonomian," kata Sri Mulyani.

Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah sampai akhir tahun 2021 menyentuh Rp 6.908,87 triliun. Nilai tersebut bertambah Rp 195 triliun atau kenaikan 3% dari November 2021, serta meningkat 13,7% dibandingkan akhir tahun 2020.

Utang pemerintah  terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) serta pinjaman. Utang pemerintah berbentuk SBN mencapai Rp 6.090,31 triliun sementara utang berbentuk pinjaman sebesar Rp 818,56 triliun.

Reporter: Abdul Azis Said