The Fed Akan Naikkan Bunga Acuan pada Maret, Apa Efeknya ke Indonesia?

@federealreserve/twitter
Ilustrasi. BI memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan hingga empat kali pada tahun ini.
Penulis: Agustiyanti
27/1/2022, 19.10 WIB

Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) kembali memberi sinyal kenaikan bunga acuan pada Maret mendatang. Pengetatan moneter ini akan memberi dampak bagi Indonesia, terutama pada kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan kurs rupiah. 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan The Fed menaikkan bunga acuan hingga empat kali tahun ini. berdasarkan pemantauan BI, kenaikan pertama kemungkinan dilakukan The Fed pada Maret sebesar 25-50 basis poin (bps).

"Kenaikan bunga acuan The Fed tentu akan menaikan yield US Treasury, kalau US Treasury naik tentu saja dengan sendirinya ada juga kemungkinan probabilitas yield SBN naik," kata Perry dalam rapat Komisi XI DPR RI dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (27/1).

Meski imbal hasil SBN dipastikan akan naik, menurut Perry, BI akan mengarahkan agar kenaikan yield SBN bisa terukur. Bank Sentral juga akan memastikan agar efek limpahannya tidak signifikan mengguncang nilai tukar.

Sebagai langkah antisipasi kebijakan The Fed, Perry mengatakan, pihaknya juga mulai melakukan normalisasi moneter dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap mulai Maret.

"Kami sudah umumkan tidak akan menambah lagi likuiditas, bahkan akan mengurangi likuiditas," kata Perry.

Kenaikan GWM diperkirakan dapat mengurangi likuiditas perbankan hingga Rp 200 triliun. Meski demikian, Perry memastikan likuiditas perbankan masih tinggi. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) akan turun 5% menjadi 30%. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga hadir dalam rapat hari ini ikut angkat bicara perihal respons terhadap kenaikan bunga acuan The Fed. Punggawa kebijakan fiskal ini menilai ada dua kunci menghadapi efek limpahan dari The Fed.

"Pertama, ekonomi kita harus pulih. Kedua, fiskal kita harus relatif sehat pada saat kita menghadapi situasi yang turbolonsinya meningkat," kata Sri Mulyani.

Seperti halnya pandemi Covid-19, menurut Sri Mulyani, efek limpahan dari pengetatan moneter The Fed tidak bisa dikontrol. Oleh karena itu, ia menilai pentingnya membangun ketahanan atau imunitas kalaupun dampaknya benar-benar terjadi. Dua kunci yang disebutkan sebelumnya bekerja layaknya imunitas dari efek limpahan The Fed.

Menurut Sri Mulyani, peran fiskal membangun imunitas tersebut sudah terlihat sejak tahun lalu. Hal ini terutama dengan disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).

"Dan kita perlu untuk segera menjalankan agar ekonominya tetap jalan, fiskalnya bertahan dan tentu Bank Indonesia akan melakukan langkah-langkah di sektor moneter," kata dia.

The Fed kembali memberi sinyal rencana kenaikan bunga acuannya pada pertemuan pembuat kebijakan semalam (26/1). Rencana ini sebetulnya sudah dibahas sejak pertemuan The Fed awal bulan lalu.

Pasar kini mengantisipasi langkah lebih agresif bank terbesar dunia itu. Pejabat The Fed kembali membicarakan terkait kemungkinan mengurangi neracanya yang kan gemuk. Neraca The Fed mendekati US$ 9 triliun, kenaikan terutama semenjak The Fed aktif membeli aset pemerintah untuk mendanai pandemi.

Reporter: Abdul Azis Said