Lembaga Penjamin Simpanan memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga penjaminan. Hal ini seiring masih berlanjutnya tren penurunan suku bunga deposito di perbankan sekalipun mulai terbatas sejak akhir 2021 hingga awal tahun ini.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, suku bunga simpanan menunjukkan tren penurunan dengan laju lebih lambat di tengah likuiditas perbankan yang masih cukup longgar. Berdasarkan observasi 20 Desember 2021 hingga 14 Januari 2022, bunga simpanan rupiah turun terbatas 9 basis poin (bps) menjadi 2,5%. Adapun secara akumulasi sejak September lalu, penurunan sudah mencapai 34 bps.
Sementara itu, suku bunga simpanan valuta asing (valas) selama periode observasi yang sama tidak berubah di level 0,22%. Namun jika diakumulasikan sejak September lalu, penurunan sebesar 1 bps.
"Suku bunga simpanan diperkirakan telah memasuki fase penurunan yang semakin terbatas menghadapi periode normalisasi kebijakan makroekonomi, meskipun kondisi likuiditas perbankan masih akan cukup longgar," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers Penetapan Tingkat Bunga Penjaminan LPS, Jumat (28/1).
Tingkat bunga penjaminan rupiah di bank umum tetap di 3,5% dan simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga tetap 6%. Sementra bunga penjamiann valas di bank umum juga tetap di 0,25%.
"Tingkat bunga penjaminan tersebut akan berlaku untuk periode 29 Januari sampai dengan 27 Mei 2022," kata Purbaya.
Dia mengakui, penurunan bunga penjaminan memang lebih terlambat dibandingkan penurunan bunga acuan bank sentral. Namun, ketertinggalan ini sudah dikejar sejak pertemuan September yang memutuskan penurunan bunga penjaminan rupiah di bank umum ke level yang sama sebesar 3,5%. Dengan demikian, menurut dia, kebijakan LPS sudah selaras dengan kebijakan moneter suku bunga rendah.
Purbaya mengatakan, ada peluang kenaikan suku bunga penjaminan di masa mendatang jika bank sentral mulai menormalisasi kebijakan suku bunganya. Kendati demikian, tidak ada kewajiban bagi LPS mengikuti kenaikan tersebut jika dinilai memang belum diperlukan.
"Kami akan melakukan sinkronisasi kebijakan terus dari waktu ke waktu dengan bank sentral, tetapi juga melihat kondisi perbankan dari waktu ke waktu," kata Purbaya.
Menurut dia, LPS memiliki posisi yang berbeda dengan bank sentral. Bank Indonesia harus memberi sinyal ke pasar terkait dengan kemungkinan kenaikan bunga acuan, sementara LPS tidak terikat hal seperti itu. Pertimbangan perubahan bunga penjaminan LPS terutama tergantung pada kondisi perbankan.