Sri Mulyani: Mayoritas Pengungkapan Harta Sukarela Berupa Uang Tunai

ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Ilustrasi. Kemenkeu mencatat, lebih dari 10 ribu wajib pajak telah mengikuti program pengungkapan sukarela.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
4/2/2022, 19.31 WIB

Program pengungkapan sukarela (PPS) pajak memasuki bulan kedua dan telah diikuti lebih dari 10 ribu wajib pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, mayoritas harta yang mereka laporkan berupa uang tunai.

"Sebagian besar harta yang diungkapkan selama satu bulan ini adalah uang tunai. Kalau ingin dimasukkan ke Surat Berharga Negara (SBN),  kita sudah membuat SBN seri khusus untuk yang ikut PPS," kata dia dalam Sosialisasi UU HPP di Medan yang digelar secara virtual, Jumat (4/2).

Kendati demikian, bendahara negara ini tidak merincikan berapa persentase uang tunai yang diungkapkan dari total harta hasil pengungkapan  sukarela. Sri Mulyani juga tidak merincikan jenis harta lainnya yang banyak dilaporkan selama sebulan PPS.

Hingga 4 Februari, total harta yang sudah diungkapkan mencapai Rp 9,49 triliun. Dari nilai tersebut, mayoritas diungkapkan di dalam negeri dan hasil repatriasi sebesar Rp 8,13 triliun. Sementara harta yang sudah diungkap lalu diinvestasikan di dalam negeri sebesar Rp 593,51 triliun. Harta yang hanya dideklarasi luar negeri sebesar Rp 766,96 triliun.

Total harta pengungkapan tersebut berasal dari 10.227 wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan. Jumlah surat keterangan yang disampaikan sebanyak 11.237. Dari pelaporan tersebut, Ditjen Pajak mencatat penerimaan negara sebesar Rp 1,01 triliun.

Sri Mulyani juga kembali mengingatkan para wajib pajak yang masih memiliki harta belum diungkapkan untuk segera mengikuti PPS. Pihaknya masih memberi waktu hingga akhir Juni bagi wajib pajak yang pernah lupa ataupun sengaja menyembunyikan hartanya untuk kemudian dilaporkan saat ini dan memperoleh tarif pajak lebih kecil.

"Sekarang kami berikan kesempatan sekali lagi ini yang disebut program PPS kebijakan I. Kalau dulu punya harta sebelum Desember 2015 belum ikut Tax Amnesty pertama, maka ikut sekarang. Memang tarifnya nggak sama dengan yang dulu, karena kalau sama ya enggak adil dong," kata dia.

Bagi wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah maupun yang belum pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan, maka bisa ikut PPS dengan kebijakan I. Untuk skema ini, berlaku tarif 6-11%.

Adapun skema kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18%.

Sri Mulyani menyarankan bagi para wajib pajak untuk segera ikut dikarenakan ada ancaman denda jumbo jika harta tak kunjung dilaporkan sampai program PPS selesai. "Kalau sekarang saya temukan anda punya harta dan belum ikut Tax Amnesty pertama dan sekarang  anda nggak mau ikut lagi, maka anda akan kita kejar dengan tarif 200%," kata Sri Mulyani.

Dia mengatakan, pihaknya kini memiliki sistem canggih yang bisa melacak harta dimanapun. Melalui sistem Automatic Exchange of Information (AEoI), Ditjen Pajak bisa mendapat informasi harta wajib pajak Indonesia sekalipun disembunyikan di negara surga pajak seperti Cayman Island.

"Pak Suryo (Dirjen Pajak) bisa menemukan nggak harta anda? ya probabilitasnya 99,99% harta anda bisa ditemukan sama orang-orang pajak, jadi bayar dendanya 200%. jadi nggak usah patgulipat mending ikut saja," kata dia. 



Reporter: Abdul Azis Said