Para Menteri Keuangan G20 Bersiap Menerapkan Pajak Global Tahun Depan

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) berbincang dengan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bruce Aylward (kiri) usai penutupan Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (18/2/2022).
19/2/2022, 09.11 WIB

Menteri keuangan anggota G20 berkomitmen kembali untuk menerapkan perombakan global aturan pajak perusahaan lintas batas tahun depan. Komitmen tersebut bertujuan untuk menghadapi kekhawatiran, bahwa memenuhi tenggat waktu bisa terbukti sulit.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan alias OECD mengatakan bahwa itu "masih di jalur," tetapi akan membutuhkan kompromi politik untuk mulai berlaku tahun depan. Sejak awal organisasi tersebut telah menggiring negosiasi kesepakatan penerapan aturan pajak perusahaan lintas batas.

Adapun batas waktu secara luas dianggap sangat ambisius, paling tidak karena pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang berjuang untuk meloloskan undang-undang yang akan membawa hukum AS sejalan dengan kesepakatan global.

Negosiasi selama bertahun-tahun mencapai puncaknya Oktober lalu, ketika hampir 140 negara mencapai kesepakatan tentang tarif pajak minimum 15 % pada perusahaan multinasional. Negosiasi juga setuju untuk mempersulit perusahaan seperti Google, Amazon dan Facebook untuk menghindari pajak dengan memarkir keuntungan di yurisdiksi pajak rendah.

Sementara itu, rincian teknis sedang dibahas di OECD yang berbasis di Paris, sehingga negara-negara dapat membawa aturan baru ke dalam buku hukum mereka tahun depan.

Para menteri keuangan anggota G20 mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama setelah pertemuan Jumat (18/2), bahwa mereka berkomitmen untuk memastikan aturan baru akan mulai berlaku di tingkat global pada 2023.

"Namun, tugas ini berat dan kami membutuhkan dukungan politik Anda dan mengarahkan untuk memastikan bahwa kemajuan dibuat pada waktu yang tepat," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam sebuah laporan kepada para menteri keuangan G20.

"Kami perlu mengandalkan kemampuan Anda untuk berkompromi guna memastikan bahwa kami memberikan tepat waktu," tambahnya.

Perjanjian pajak sebelumnya yang kurang luas jangkauannya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diterapkan karena negara-negara menyeret kaki mereka untuk memperbarui kode pajak mereka.

"Pertanyaan kuncinya adalah implementasi dari kesepakatan politik kita. Tidak ada kata mundur, kita harus bergerak," kata Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire kepada rekan-rekannya selama pertemuan tersebut.

Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengatakan: "Ini adalah jadwal yang ambisius, tetapi juga merupakan proyek besar dan penting untuk keadilan pajak internasional."

Le Maire mengundang rekan-rekan G20-nya untuk datang ke Paris pada Juni, guna menandatangani kerangka hukum multilateral baru yang diperlukan. Itu penting, untuk mengimplementasikan pilar pertama perjanjian, yang mempersulit raksasa digital untuk memarkir keuntungan di negara-negara dengan pajak rendah.

Sebagaimana diketahui, perusahaan seperti Google, Netflix, Facebook, dan lainnya melakukan bisnis di Indonesia. Namun, sejumlah perusahaan digital tersebut tidak memiliki kantor fisik atau badan usaha tetap (BUT) yang menjadi syarat pemungutan pajak.

Tahun lalu, anggota G20 telah menyepakati bahwa BUT tidak lagi menjadi tolak ukur untuk pemungutan pajak. Dengan demikian, perusahaan digital yang tidak memiliki kehadiran fisik dapat membayar pajak terhadap suatu negara.

Reporter: Antara

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.