Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah hingga akhir Januari 2022 mencapai Rp 6.919,15 triliun, bertambah Rp 10,28 triliun dibandingkan bulan sebelumnya atau Rp 686,01 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Secara nominal, terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman di bulan Januari 2022 guna menutup pembiayaan APBN," demikian tertulis dalam laporan APBN KiTA Edisi Februari 2022, Kamis (24/2).
Meski nominal utang naik, Kementerian Keuangan menyebut rasio utang terhadap PDB turun menjadi 39,36% dibandingkan 41% pada Desember 2021 atau 40,28% pada Januari 2021. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang kuat pada tahun lalu.
Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah masih didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai Rp 6.081,68 triliun atau 87,9% dari total utang. Utang dalam bentuk SBN ini terdiri atas SBN domestik sebesar Rp 4.818,84 triliun dan SBN valas Rp 1.262,84 triliun.
Selain dalam bentuk SBN, pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebesar Rp 837,46 triliun atau 12,1% dari total utang. Ini terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp 13,47 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 823,99 triliun.
Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik atau berdenominasi rupiah yaitu 69,83%. Utang dari domestik masih mendominasi sejalan dengan kepemilikan SBN oleh investor asing yang terus menurun dari posisi akhir 2019 sebesar 38,57% menjadi 19,05% pada akhir tahun lalu.
"Hal-hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan sumber pembiayaan domestik," kata Kemenkeu.
Kementerian Keuangan pun memastikan akan terus menjaga rasio utang. Hal ini terutama dilakukan dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan nonutang, seperti optimalisasi pemanfaatan Saldo Anggaran lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan BI. Dalam SKB III tersebut, bank sentral berencana memborong surat utang pemerintah hingga Rp 224 triliun pada tahun ini.
Upaya lain yang dilakukan yakni melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur dengan mengedepankan kerja sama (partnership) berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair.
"Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, Blended Financing serta SDG Indonesia One," kata Kemenkeu.
Kemenkeu juga melaporkan, sampai akhir Januari 2022 pemerintah telah melakukan pembiayaan utang sebesar negatif Rp 3,04 triliun. Terdiri atas realisasi SBN neto sebesar negatif Rp 15,85 triliun, serta realisasi pinjaman neto Rp 12,81 triliun.
"Angka realisasi yang negatif menunjukkan bahwa pada bulan Januari pemerintah lebih banyak membayarkan cicilan pokok pinjaman luar negeri dan pelunasan jatuh tempo SBN lebih besar dibandingkan pengadaan utang baru," tulis Kemenkeu.
Namun, realisasi positif pada penarikan pinjaman bulan lalu dikarenakan penarikan pinjaman luar negeri lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan pokoknya. Penarikan pinjaman luar negeri pada bulan lalu secara bruto mencapai Rp 17,26 triliun, sementara pembayaran cicilannya sebesar Rp 4,44 triliun.