Rupiah Diramal Melemah Rp 14.370/US$ Imbas Kenaikan Harga Minyak Dunia

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
2/3/2022, 09.49 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 29 poin ke level Rp 14.364 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pagi ini, Rabu (2/3). Pelemahan rupiah dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia akibat perang Rusia-Ukraina.

Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke Rp 14.373 pada pukul 09.15 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.335 per dolar AS.

Rupiah bukan satu-satunya mata uang Asia yang melemah. Yen Jepang melemah 0,07% bersama dolar Taiwan 0,08%, won Korea Selatan 0,38%, peso Filipina 0,31%, rupee India 0,06% dan yuan Cina 0,02%. Sementara dolar Singapura menguat 0,07% bersama ringgit Malaysia 0,05% dan bath Thailand 0,21%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali tertekan ke kisaran Rp 14.370, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.300 per dolar AS. Pelemahan rupiah dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia yang kembali melampaui US$ 100 per barel.

"Harga minyak mentah dan komoditas lainnya menguat karena perang Rusia dan Ukraina belum akan selesai dalam waktu dekat," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (2/3).

Mengutip Bloomberg harga minyak mentah jenis Brent hari ini telah menyentuh level US$ 110,30 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menyentuh level US$ 108,40%. Masing-masing naik 4,99% dan 4,83% dibandingkan sehari sebelumnya.

Belum redanya konflik di Ukraina terlihat dari pasukan Rusia yang masih terus bergerak mengepung ibu kota Kyiv. Jika perang berlanjut dikhawatirkan akan mengganggu suplai energi dan komoditi.

Ariston mengatakan, kenaikan harga minyak mentah dan sejumlah komoditas akibat perang Rusia-Ukraina ini kan mendorong kenaikan inflasi global yang bisa menekan pemulihan ekonomi. "Pasar bisa keluar dari aset berisiko untuk sementara waktu dan ini bisa menekan rupiah," ujar Ariston.

Dari dalam negeri, Ariston mengatakan sentimen positif datang dari rilis data inflasi Februari yang menunjukkan berlanjutnya pemulihan ekonomi. Meski mengalami deflasi, namun komponen inti, yang sering dipakai untuk mengamati daya beli masyarakat masih mencatatkan inflasi.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari mencatat deflasi 0,02% secara bulanan dan 2,06% secara tahunan. Meski demikian, komponen inti masih mencatat inflasi 0,31% secara bulanan serta 2,03% secara tahunan. Inflasi inti secara tahunan merupakan yang tertinggi sejak September 2020.

Sementara, penanganan pandemi domestik dinilai tidak lagi menjadi kekhawatiran pasar yang mempengaruhi pergerakan rupiah untuk saat ini. "Kecuali jika ada lonjakan (kasus positif Covid-19) yang tinggi lagi," kata Ariston.

Pemerintah melaporkan kasus positif Covid-19 pada Selasa (1/3) bertambah 24.728 orang. Angka ini terus turun setelah sempat menyentuh puncaknya pada pertengahan Februari. Meski demikian, terjadi peningkatan angka kematian.

Laporan kemarin, terdapat penambahan jumlah kematian sebanyak 325 orang. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak 9 September 2021 lalu yakni 334 orang.

Reporter: Abdul Azis Said