Modal Asing Kabur Rp 8 T dari Pasar SBN di Tengah Perang Rusia-Ukraina
Bank Indonesia mencatat arus modal asing keluar dari pasar keuangan domestik pada pekan ini mencapai Rp 6,13 triliun pada pekan pertama bulan ini. Dana asing kabur dari pasar keuangan domestik tertekan sentimen berlanjutnya perang antara Rusia dan Ukraina.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono menjelaskan, investor asing pada 1-3 Maret 2022 keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 8,3 triliun. Namun, asing masih masuk ke pasar saham sebesar Rp 2,17 triliun.
"Berdasarkan data setelmen secara year-to-date hingga 2 Maret, nonresiden mencatatkan jual neto Rp 1,60 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 23,20 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (4/3).
Tingkat premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun naik dari 104,31 pada pekan lalu ke level 110,71 bps per 3 Maret 2022. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik ke level 6,57% pada hari ini menyusul kenaikan yield obligasi pemerintah AS atau US treasury tenor 10 tahun ke level 1,84% pada perdagangan kemarin (3/3).
Masih derasnya modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik terutama di pasar SBN ikut menyeret pelemahan rupiah. Nilai tukar rupiah parkir di level Rp 14.387 per dolar AS di penutupan perdagangan pasar spot sore ini. Kurs garuda melemah 23 poin dari posisi penutupan pekan lalu akibat perang Rusia dan Ukraina yang belum reda.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai sekalipun terkoreksi, tetapi pelemahan rupiah cenderung tidak separah mata uang negara Asia lainnya. Kondisi ini didukung kenaikan harga komoditas sebagai imbas perang Rusia dan Ukraina.
"Walaupun indeks dolar terus menguat tapi ada dampak positif ke rupiah karena ditopang penguatan harga komoditas seperti CPO, nikel, timah, batu bara, ini produk-produk komoditas Indonesia," kata Ibrahim kepada Katadata.co,id
Berkah dari kenaikan harga komoditas ini yang menurutnya memperkuat kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Kondisi ini yang juga menjadi alasan modal asing masih cukup deras masuk ke pasar saham domestik sekalipun pada saat yang sama terjadi capital outflow cukup kuat di pasar SBN.
Dampak dari perang ini juga membuat prospek pemulihan ekonomi global terganggu. Memburuknya prospek pemulihan ini membuat bank sentral utama dunia seperti The Fed diambang dilema untuk menaikkan bunga acuannya.
"Ketakutan mata uang lainnya terhadap dolar kan kenaikan bunga, ketika bank sentral tidak menaikkan bunga acuannya, maka rupiah bisa jadi menguat tajam di bawah Rp 13.000/US$," kata dia.
Semakin lama perang maka tekanan bagi bank sentral untuk menahan kenaikan bunga acuan juga makin besar. Meski demikian, Gubernur The Fed Jerome Powell dalam keterangannya di depan Senator AS Kamis malam menegaskan bahwa rencana kenaikan bunga tetap berlanjut di tengah tekanan inflasi. Sementara, Powell juga mengatakan bahwa ketidakpastian masih tinggi terkait dampak perang terhadap ekonomi Amerika.
Sentimen positif juga ditopang fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai cukup bagus. Ini didukung sejumlah data ekonomi yang dirilis sepekan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat IHK komponen inti pada Februari masih inflasi 0,31% secara bulanan. Sekalipun turun dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi secara tahunan naik menjadi 2,03%. Ibrahim menilai kondisi ini menandakan konsumsi masyarakat masih kuat.
"Dari segi apapun perekonomian Indonesia masih cukup bagus, artinya tidak ada segi negatifnya terhadap rupiah, bisa saja pasca Omicron yang sekarang melandai akan mendorong konsumsi makin tinggi," kata Ibrahim.