Kerugian Masyarakat Akibat Krisis Minyak Goreng Ditaksir Rp3,4 Triliun

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.
Ilustrasi. Konsumsi minyak goreng nasional pada tahun lalu diperkirakan mencapai 3,3 miliar liter.
Penulis: Agustiyanti
12/3/2022, 13.55 WIB

Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat krisis lonjakan harga minyak goreng mencapai Rp 3,38 triliun. Kerugian ini merupakan akumulai kerugian dari kenaikan harga dan krisis minyak goreng pada April 2021 hingga Januari 2022. 

Direktur IDEAS Yusuf Wibisono menjelaskan, estimasi kerugian masyarakat ini diperoleh dengan menjadikan harga rata-rata minyak goreng periode Januari-Maret 2021 sebagai baseline saat harga minyak goreng masih normal.

Adapun kerugian terakumulasi dari dua periode,  yaitu  periode April-September 2021 sebesar Rp 0,98 triliun dan Oktober 2021-19 Januari 2022 Rp 2,4 triliun.

“Estimasi kerugian ini masih konservatif karena belum memperhitungkan periode setelah 19 Januari 2022. Meski setelah 19 Januari 2022, harga minyak goreng secara resmi turun tetapi pasokan minyak goreng murah sangat terbatas dan tidak tersedia di banyak tempat,” kata Yusuf dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/03/2022).

Yusuf menjelaskan,  kerugian masyarakat akan jauh lebih besar lagi jika masyarakat masih mempertahankan pola konsumsi minyak goreng dengan membeli harga di atas HET usai penetapannya pada 19 Januari 2022.

“Kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng ini sangat ironis karena Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia,” kata Yusuf.

Ia menjelaskan, luas perkebunan kelapa sawit telah menembus 14,5 juta hektar pada tahun 2022. Produksi minyak sawit mentah (CPO/crude palm oil) berada di kisaran 45 juta ton,

Menurutnya, krisis minyak goreng ini harus diakhiri secepatnya karena minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat, terutama mendekati Ramadan. 

“Pada 2021, konsumsi minyak goreng nasional kami perkirakan berada di kisaran 3,3 miliar liter. Pengeluaran per tahun masyarakat untuk membeli minyak goreng mencapai Rp 43 triliun dengan harga beli rata-rata sekitar Rp 13 ribu per liter, “ ucap Yusuf.

Ia mengatakan, kelas menengah mendominasi konsumsi minyak goreng nasional. Kelas pengeluaran/kapita/bulan Rp 1-3 juta, yang merupakan 40,7 persen dari populasi menyumbang hingga 46,4% konsumsi minyak goreng nasional.

Konsumen terbesar berikutnya adalah kelas pengeluaran Rp 400 ribu – 1 juta, yang merupakan 46,9% dari populasi, menyumbang 42,2 persen konsumsi minyak goreng nasional.

“Konsumen rumah tangga minyak goreng di kelas pengeluaran/kapita/bulan Rp 1-3 juta dengan konsumsi per hari 4,23 juta liter, menanggung kerugian ekonomi Rp 1,57 triliun. Kerugian terbesar berikutnya dialami oleh konsumen di kelas pengeluaran Rp 400 ribu-Rp 1 juta yang menanggung kerugian Rp 1.43 triliun,“ ungkap Yusuf.

Berdasarkan wilayahnya, menurut dia, kerugian ekonomi terbesar dari krisis minyak goreng dialami oleh konsumen rumah tangga di Jawa, dengan konsumsi 5,1 juta liter per hari. Mereka menanggung kerugian Rp 1,99 triliun.

"Kerugian terbesar kedua dialami konsumen rumah tangga di Sumatera dengan konsumsi 2,5 juta liter per hari. Mereka menanggung kerugian Rp 0,85 triliun," kata dia.

Sementara itu, konsumen di wilayah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, Maluku dan Papua menanggung kerugian Rp 0,54 triliun. Mereka menkonsumsi 1,7 juta liter minyak goreng per hari.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga minyak goreng curah secara nasional pada Jumat (11/3) masih mencapai Rp 17.050 per liter. Sementara minyak goreng kemasan 1 mencapai Rp 20.600 per liter dan minyak goreng kemasan 2 Rp 19.550 per liter.