Para crazy rich atau orang super kaya terus diperingatkan untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memperingatkan bagi para orang kaya yang mangkir dari pembayaran pajak maka sama saja 'bunuh diri'.
Prastowo mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 2017, Direktorat Jenderal Pajak diberikan akses yang luas untuk mendapatkan data atau informasi untuk kepentingan perpajakan. Seluruh informasi harta para wajib pajak yang ada di dalam dan luar negeri bisa dikumpulkan untuk kemudian dilakukan pencocokan dengan Surat Pemberitahunan Tahunan (SPT).
"Jika cocok, selesai. Jika tidak sesuai maka dilakukan tindak lanjut, himbauan membetulkan SPT dengan membayar kurang bayar pajak. Jika bandel? ya diperiksa. Jika masih bandel, disidik karena pidana pajak," tulis Prastowo dalam cuitannya, Minggu (13/3).
Limpahan data yang dimiliki akan mempermudah kerja petugas pajak. Karena itu, menurutnya hanya perkara waktu saja untuk mengejar harta para crazy rich yang disembunyikan untuk kemudian ditentukan kapan masuk level risiko tinggi dan akan ditindaklanjuti.
"Dengan kata lain, ini information game. Main-main dengan pajak itu bunuh diri, kita bisa miskin dan menderita. Enggak percaya?," kata Prastowo.
Prastowo membeberkan sanksi berat yang akan dikenakan bagi wajib pajak yang menyembunyikan hartanya. Meski ada relaksasi sanksi di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), namun tetap saja terhitung berat karena dendanya berkisar 100%-300%. Ini belum termasuk konsekuensi dari kemungkinan adanya pidana kurungan, reputasi hancur dan bisnis juga jatuh.
Ia kemudian memberikan contoh perhitungan sanksinya. Jika seorang crazy rich terdapat hartanya yang terekspos senilai Rp 500 miliar, maka pembayaran pajaknya Rp 150 miliar. Jika tak bayar dan diperiksa, maka sanksinya 300% alias pembayarannya menjadi Rp 450 miliar.
Apalagi, dalam konstruksi antikorupsi dan anti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), bisa saja pidana pajak menjadi predicate crime yang membawa permasalahan makin panjang.
Prastowo mengatakan bahwa tak ada maksud untuk menakut-nakuti para wajib pajak. Alasannya karena UU Pajak sebenarnya memang punya daya paksa agar semua orang taat dan patuh.
Di sisi lain negara harus gunakan hasil pajak itu untuk untuk belanja publik yang baik. "Sekarang sebaiknya berbenah agar tak timbul masalah. Waktu masih cukup, jadilah kaya dan terhormat, itu mulia," ujarnya.
Ia kemudian mengajak para crazy rich yang masih belum atau kurang melaporkan hartanya untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Lewat program ini, tarif pajak yang ditawarkan relatif lebih ringan yakni berkisar 6%-18% dari tarif normal 30%. Program ini juga hanya berlangsung enam bulan sampai akhir Juni.
Peringatan serupa sebelumnya sudah dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara sosialisasi UU HPP di Semarang akhir pekan lalu. Dia mengatakan anak buahnya bisa mengetahui harta yang disembunyikan di luar negeri.
Ia mengatakan Ditjen Pajak saat ini memiliki sumber informasi yang lengkap. Selain data dari program Tax Amnesty jilid I, petugas pajak juga bisa mendapatkan informasi lewat sistem Automatic Exchange of Information (AEOI). Melalui sistem ini, petugas bisa mendapat informasi harta orang Indonesia yang disimpan di luar negeri, termasuk dari negara surga pajak.