Bank sentral Amerika Serikat, The Fed mengumumkan kenaikan bunga acuan pertamanya sejak 2018. Langkah ini diambil untuk meredam kenaikan inflasi yang kini telah menyentuh rekor tertingginya dalam 40 tahun.
The Fed mengumumkan kenaikan bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Dengan kenaikan ini, maka bunga acuan The Fed saat ini berada di rentang 0,25%-0,5%.
"Perekonomian sangat kuat dan dengan latar belakang pasar tenaga kerja yang sangat ketat dan inflasi yang tinggi, komite mengantisipasi akan dimungkinakn bahwa kenaikan lebih lanjut dalam kisaran target untuk suku bunga The Fed," kata Gubernur Jerome Powell dalam keterangan persnya Kamis (17/3).
The Fed memperkirakan kenaikan sebanyak enam kali sampai akhir tahun ini. Dengan proyeksi tersebut, bunga acuan akan parkir di 1,9% di penutupan tahun. Sementara untuk tahun depan, mereka memperkirakan akan mengerek bunga tiga kali menjadi 2,8%.
Selain mengumumkan kenaikan bunga, Powell juga kembali mempertegas rencana untuk mengurangi neracanya dan memperkuat kebijakan moneter yang diambil.
"Komite membuat kemajuan yang baik pada rencana untuk mengurangi kepemilikan sekuritas, dan kami memperkirakan untuk mengumumkan langkah awal pengurangan neraca pada pertemuan mendatang (Mei 2022)," kata Powell.
Seperti diketahui, Amerika sejak tahun lalu telah berjuang menjinakkan inflasi yang terus menanjak. Inflasi juga mendorong bank sentral utama dunia ini mengurangi pembelian asetnya secara berkala sejak November 2021.
Meski sudah memulai tapering, inflasi belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda. Inflasi Februari 2022 tercatat 7,9% secara tahunan merupakan rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Sedangkan inflasi inti, yang tidak menghitung harga makanan dan energi, naik menjadi 6,4% secara tahunan. Ini merupakan angka tertinggi sejak Agustus 1982.
Inflasi diperkirakan masih tetap jauh di atas sasaran jangka panjang The Fed di 2%. Permintaan agregat yang kuat serta kendala pasokan membatasi seberapa cepat produksi bisa merespon masalah ini.
Kondisi ini juga diperburuk oleh gelombang virus dan kenaikan harga-harga komoditas yang meluar. Powell mengatakan perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan lonjakan harga minyak juga akan memberi tekanan tambahan terhadap inflasi jangka pendek Amerika.
"Inflasi kemungkinan akan membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali ke target stabilitas harga kami dari yang diperkirakan sebelumnya," kata Powell.
Rata-rata anggota komite pembuat kebijakn The Fed memperkirakan inflasi Amerika sampai akhir tahun akan mencapai 4,3% dan mulai melemah tahun depan menjadi 2,7% dan 2,3% pada tahun 2024.
Penyebaran yang cepat dari Varian Omicron menyebabkan beberapa perlambatan dan aktivitas ekonomi awal tahun ini. The Fed juga memperkirakan pertumbuhan PDB riil AS mencapai 2,8% tahun ini, kemudian melambat menjadi 2,2% tahun depan, dan 2% pada 2024.