Rupiah Melemah Rp 14.350/US$ Tertekan Sentimen Perang Rusia-Ukraina

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Pekerja menunjukkan uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Rabu (5/1/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Lavinda
21/3/2022, 10.05 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis 2 poin ke level Rp 14.338 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah diramal berbalik melemah di tengah masih tingginya sentimen negatif dari perang Rusia dan Ukraina.

Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik melemah ke Rp 14.350 pada pukul 09.15 WIB. Ini lebih rendah dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu di level Rp 14.340 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah. Dolar Taiwan melemah 0,4% bersama won Korea Selatan 0,52%, peso Filipina 0,06%, yuan Cina 0,03%, ringgit Malaysia 0,08% dan bath Thailand 0,27%. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,03% bersama dolar Singapura 0,04% dan rupee India 0,61%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan. 

Analis pasar uang Bank Mandiri Rully A Wisnubroto memperkirakan rupiah bisa melemah hingga Rp 14.360 per dolar AS, dengan potensi penguatan di Rp 14.302 per dolar AS. Pelemahan rupiah masih akan dipengaruhi sentimen negatif dari global terutama dari perang Rusia dan Ukraina.

"Ketidakpastian masih besar, terutama dari sisi prospek terjadinya stagflasi perekonomian global akibat perang Rusia dan Ukraina," kata Rully kepada Katadata.co.id , Senin (21/3).

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebagai imbas dari perang. Sementara itu, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyebut perang akan mengikis pertumbuhan ekonomi global sebesar 1,08% , khusus di zona Euro diperkirakan mengurangi hingga 1,8% dari pertumbuhan ekonominya. Sementara itu, inflasi dunia diperkirakan akan naik 2,47% serta adanya kenaikan 2% di Eropa.

Tekanan dari eksternal ini juga bersamaan dengan adanya potensi penarikan kebijakan moneter yang lebih agresif oleh bank sentral sejumlah negara maju. Seperti diketahui, bank sentral Amerika (The Fed) sudah mengumumkan kenaikan bunga acuan pertamanya di pertemuan pekan lalu dan diperkirakan masih akan ada enam kenaikan sampai akhir tahun.

Dari dalam negeri, Rully melihat sentimennya cenderung positif. Ini didukung oleh pengendalian pandemi yang terus membaik. Jumlah laporan kasus baru pada Minggu (20/3) juga sudah turun di 5.922 kasus baru setelah bulan lalu sempat mencapai puluhan ribu.

Selain itu, laporan neraca dagang bulan Februari yang masih berhasil surplus juga menambah dukungan penguatan kepada rupiah. Surplus neraca perdagangan menyentuh US$ 3,83 miliar bulan lalu ditopang kinerja moncer pada ekspor. Rully memperkirakan surplus besar masih akan terjadi di bulan-bulan mendatang sehingga memberi sentimen positif ke rupiah.

"Tetapi sentimen-sentimen positif dalam negeri tersebut belum bisa menahan pengaruh negatif dari global," kata dia.

Senada dengan Rully, analis pasar uang Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah akan melemah hari ini di rentang Rp 14.360 - Rp 14.380, dengan potensi penguatan di Rp 14.300 per dolar AS. 

Menurutnya, sekalipun perundingan antara Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut, namun pembicaraan masih alot. Sebagian pelaku pasar optimis perdamaian akan segera tercapai tapi sebagian lagi skeptis bahwa perang bisa berlangsung lebih lama.

Dampak negatif dari perang ini juga masih terlihat dari kenaikan harga sejumlah komoditas. Harga minyak mentah dunia juga masih bertahan di atas US$ 100 per barel. "Kenaikan harga energi bisa memberikan tekanan ke harga aset berisiko karena kenaikan harga tersebut bisa menekan pertumbuhan ekonomi global," ujar dia.

Berbeda dari Rully dan Ariston, analis DC Futures Lukman Leong memperkirakan sentimen terhadap rupiah cenderung positif hari ini. Kurs garuda diperkirakan bergerak di rentang Rp 14.275-RP 14.400 per dolar AS.

"Dengan absennya data ekonomi penting minggu ini, sentimen rupiah akan mengikuti sentimen global yang cenderung didominasi risk on yang akan mendukung aset dan mata uang beresiko," ujar dia kepada Katadata.co.id

Menurutnya, dampak perang Rusia dan Ukraina terhadap perekonomian global sudah priced in dalam pasar. Kondisi ini juga didukung oleh adanya optimisme bahwa perundingan yang masih terus berlangsung dapat mendukung tercapainya perdamaian antara dua negara tersebut.

Reporter: Abdul Azis Said